Webinar untuk apa?

Hari ini aku melihat begitu banyak webinar dan podcast.

Pelan dan pasti aku merakan kehambaran wajah intelektual Indonesia, tidak berbobot, penuh pengulangan dan bosa basi. Para Doktor dan Profesor bersemangat  melakukan atraksi intelektual demi aktualisasi, persis seperti demam ABG yang sedang tumbuh intelektualnya.Suatu kegiatan seminar yang dulu perlu upaya, tenaga dan uang. Namun sekarang begitu mudah dilaksanakan. Begitu banyak nara sumber berbicara, beragam tema di bicarakan, kemudian kita sulit menemukan kepakaran karena semua berbicara apa saja tanpa persiapan cukup.

Apakah teknologi webinar hanya sekedar alat atau justru memicu menentukan penurunan kualitas intelektual?. Saya sanksi hanya sekedar alat tak punya tujuan khusus.

Teknologi tercipta untuk di jual, suatu barang dagangan dan para konsumen membeli demi memenuhi kebutuhan ego intelektualnya. Tapi dimata pedagang, ego intelektual menjadi “raw material”, bahan pengisi medsos yang memiliki posisi marginal.

Masa pasar ego intelektual yang marginal ini menempati diantara barang dagangan lain yang lebih laku dan trending. Kemudian semuanya dihidupkan oleh mekanisme lapak jual beli, tempat bertemu penjual dan pembeli di seluruh dunia melalui iklan yang masuk.

Jadi saudaraku semua, apakah webinar masih relevan dengan kualitas intelektual? saya ragu.