Wahdatul Wujud

Pengantar

Teori wahdat al-wujud adalah teori yang komplek, tidak sederhana dan tidak mudah dicerna secara sambil lalu dan tidak setiap orang memiliki kemampuan untuk bisa menjelaskan hal ini secara benderang.

Problem:
Argumen-argumen  anti terhadap Doktrin Wahdatul Wujud

Sebagian fukaha dan teolog baik dari mazhab Syiah atau Sunni atau Kristen mengkritik doktrin tersebut , bahkan sebagian mengkafirkan para pendukung doktrin ini. Karena bertentangan dengan keyakinan mainstream umat Islam. Seperti dengan kalimat la ilaha illah, yaitu syiar islam yang pertama.

Syiar para pembela wahdatul wujud adalah : La wujud illa Allah, yaitu bahwa segala yang ada baik itu berhala atau sembahan lain juga adalah Tuhan. Sementara kalimat la ila illah mengatakan bahwa selain tuhan seperti berhala dsb tidak boleh disembah. Sembahan-sembahan lain tidak layak dijadikan tuhan.

Inti penolakanya adalah karena wujud tuhan berbeda dengan wujud-wujud non-tuhan dan kesucian wujud Tuhan tidak bisa dinodai oleh wujud-wujud materi yang lain.

Solusi

Argument-argumen Wahdatul Wujud

Arif dan filosof sekaliber Mulla Shadra dan yang lainnya menyampaikan argumen-argumen filsafat untuk membela wahdat al-wujud lewat kaidah
1.    Ashalatul wujud dan musytarak maknawi (ekuivokal).
Dalam teori isytirak maknawi yang wujud itu adalah hakikat yang tunggal, esa, sebab tidak mungkin kata tunggal diabstraksikan (intiza’) dari hakikat yang berbeda-beda satu sama lain (jadi harus satu hakikat).
2.    Kaidah ‘basithul hakikat kulla asyya’ (the simplicity of everything)
Simplisitas atau ketidaktersusunan hakikat segala sesuatu. Dzat yang basith (simple, tunggal) jika tidak meliputi segala sesuatu akan tersusun dari beberapa elemen (tarkibi) baik ia bersifat material atau non-material;   jadi wujud mutlak adalah kesempurnaan (kamal) segala sesuatu dengan modus inbisâth (mengalir dalam yang lain)

Penjelasan

Melalui tangan Mulla Shadra doktrin ini bisa diuraikan dengan begitu ilmiah.  Ia memiliki kemampuan luar biasa dalam menguraian secara rasional sekaligus memetakan kesalahfahaman atas doktrin tersebut.

Ia menjelaskan tentang konsep saryan (flux, mengalir terus-menerus) wujud dalam wujud yang muta’ayyin (entified) dan wujud spesifik sebagai berikut:
“Ketahuilah bahwa segala sesuatu dalam dalam realitasnya terdiri dari beberapa tingkatan.
1.    Tingkatan pertama, yaitu wujud yang mutlak , tidak terikat, tidak terkondisikan, dan tidak memiliki batasan-batasan dengan batasan apapun (infinite);   Yang disebut sebagai huwiyah gaybah atau gaib mutlak; Dzat Ahadiyah, pada tingkatan ini tidak ada nama dan tidak ada sifat. Dan tidak ada akses makrifat ke atas-Nya.

2.    Tingkatan kedua, yaitu wujud yang memiliki relasi dengan yang lain yang diistilahkan dengan wujud muqayyad; yang memiliki hukum-hukum, tipologi, yaitu wujud-wujud intelek, nufus (souls),  aflak (celelstial body), unsur-unsur dan tarkib-tarkib, seperti insan, hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan dan entitas-entitas lainnya.

3.    Tingkatan ketiga, yaitu wujud munbasith yang memiliki kemutlakan tapi tidak seperti keumuman kulli (universal), namun dalam format lain, karena wujudnya adalah tahasul (proses/peraihan) dan potensi, maka ia termasuk kulli thabi’i (universal natural) atau kuli ‘aqli (universal rasional). Statusnya masih mubham (samar). Untuk memperoleh status wujudnya ia memerlukan elemen yang lain.

Unitas wujud munbasith tidak dalam bentuk bilangan sebab wujud munbasith adalah hakikat yang satu; yang (ekstended/mumtad/mengalir) pada entitas-entitas kontingen, Hakikat ini adalah asal dunia, falak kehidupan, Arsy ar-Rahman, al-Haq makhluk bihi atau hakikat al-haqâiq dalam lisan para sufi.

Dengan analisa di atas, jadi yang dimaksud dengan al-Haq; wajibul wujud (Wujud Wajib) dalam bahasa para urafa yaitu wujud di tingkatan pertama; yaitu hakikat bi syarti la syai’ (hakikat yang tidak disyaratkan dengan apapun/Hakikat mutlak) sebab kalau bukan pada tingkatan pertama bisa melahirkan tuduhan-tuduhan yang kontroversial dan memang sesat bagi mazhab mana saja yang memiliki prinsip demikian dan dianggap sedang mempromosikan keyakinan panteisme (hulul)