Prabowo Sang Presiden RI ke-8; Patriotisme, Rasional dan Tradisional

MP-Kemenangan jalur “quick count” Prabowo secara telak pada pemilu 2024 membawa harapan dan pesan besar. Performa Prabowo memang mencitrakan besar. Diapit oleh paslon 1 dan 3, yang membawa wakil citra Barat; gagasan modern, rasional, transparansi, kosmopolitanisme dan pro HAM.Sementara sosok Prabowo yang patriotik dan gagah, pembawa nilai-nilai tradisional seperti kesetiakawanan, kejujuran, ketahanan pangan, anti penghianatan mencoba dipatahkan oleh isu rasionalitas efektifitas Prabowo dalam mengelola kementrian Pertahanan dalam adu kontes debat. Dari jawaban Prabowo yang polos dan jujur, dan sedikit gagap membuat paslon 1 dan 3  menerima angin aroma kemenangan. Ditambah pukulan film Dirty Vote oleh tiga para pendekar muda tata negara seolah memberi pukulan akhir (KO).

Dalam posisi Prabowo yang tertekan dan dipermalukan, Prabowo akhirnya menang meski belum sempurna. Bendera putih belum dikibarkan oleh paslon 1 dan 3. Tunggu dan tunggu hasil resmi “Real Count “KPU, 21 maret 2024 begitu jawaban “lemas” paslon 1 dan 3. Namun di luar Anis dan Ganjar, partai pengusung tidak bisa menunggu hasil resmi pengumuman KPU, apalagi ngurus sengketa di MK. Mereka menyiapkan politik hak angket di DPR untuk posisi bargaining pos pos kementrian strategis. Sebagaimana anggapan banyak orang.

Begitu cerita terbaru peta pilpres 2024.  Bagaimana rakyat Indonesia melihat teater politik pemilu tahun ini ? Adakah yang tak terbaca dan apa pesan anda ?.

Kemenangan Dejure dan Defacto

Teori terbaru apapun itu, dalam teater adu kekuasaan, selalu menyisakan ketidaksempurnaan. Lalu usaha apa untuk menutupinya.

Jika fokus pada fakta sementara kemenangan Prabowo, maka ada beberapa hal yang harus dibenahi dalam keseluruhan performa Prabowo sebagai presiden RI ke-8. Semua harus dalam bingkai kemenangan “legitimasi” secara “de jure dan de facto” di tingkat KPU dan suara rakyat.

Tiga pilar narasi Prabowo; militer yang kuat, ekonomi cukup dan dicintai rakyat. Ketiga komponen inilah memang dibutuhkan dalam transisi geopolitik terkini. Potensi tantangan koalisi pertahanan RI-NATO Asia Pasifik. Pembangunan ekonomi RI dan China. Pembacaan geo-Pancasila di tingkat ideologi global. Redefinisi, penyegaran politik bebas aktif-konsep dua founding father, Sukarno-Hatta.

Prabowo harus terbuka menerima kekurangan dirinya yang bisa dipenuhi sosok Anis dan Ganjar serta seluruh partai pendukungnya. Salah satu kekurangan itu adalah belum terpenuhinya “citra gaya rasionalitas modern”. Prabowo harus memiliki daya gedor intelektualitas pada level tertentu yang mampu memuaskan selera masa kelas menengah-intelektual-profesional keatas. Meyakinkah, misalnya proyek makan gratis, ketahanan pangan rakyat dan juga cita-cita membangun pertahanan militer dalam satu nafas.

Membentuk pahlawan generasi Gen Z menjadi pasukan tidak sekedar jurus singkat perolahan suara, tapi membangun citra rapuh generasi ini kedalam matra pasukan sipil berdedikasi, profesional, terdidik, pewaris tradisi tanpa putus dan pendukung setia nilai-nilai patriotik, rasional dan tradisional.

Selanjutnya membangun jaringan teoritik dan stategis ideologi Pancasila yang di emban BPIP menjadi matra ideologi pertahanan negara dan bangsa yang atraktif dan menarik. Dalam debat beruntun, ketiga paslon nampaknya telah menyia nyakan konsep warisan leluhur ideologi Pancasila menjadi barang mati dan layu. Tidak ada sebutan satupun yang membingkai kedalam narasi-narasi kedalam dan keluar dari keseluruhan pidato para kandidat. Jantung bangsa dan negara itu kini menjadi perbendaharaan emas, yang jangan salah kalau “dianggap” justru di kubur oleh ambisi kekuasaan ketiga paslon.

Saatnya Prabowo sebagai Presiden, bisa merangkai jalinan orde nusantara (sebelum 1945), orde lama (1945-1966), orde baru (1966-1998), orde reformasi (1998-orde digital 2045. Retorika Pancasila Revolusioner Sukarno, Pancasila Pembangunan yang dingin dari Suharto, gegap gempita rasionalitas kebebasan liberal orde reformasi harus di olah jadi orde Prabowo yang simpatik dan patriotik serta setia pada nilai-nilai tradisi. Pancasila dalam managemen keprisedanan Prabowo harus mampu mengolah warisan suci pembukaan UUD, membingkai narasi ideologi Pancasila yang adaptif, menarik, rasional sekaligis pro tradisionalisme. Karenanya perlu gagasan segar dan kuat;

  1. Membackup dan menghidupkan BPIP dengan merekruit para pemikir dan filsuf yang paham dan cukup memiliki kazanah secara teoritik dan strategik, bagaimana membaca dan mengelola ideologi bangsa dan negara. Masa operator ideologi yang meniti karir jalur birokrasi yang kebanyakan direkruit, tidak atau kebanyakan tidak memiliki kapasitas membaca ideologi ke level yang lebih tinggi. Nah, dalam kerangka itulah dibutuhkan;
  2. Kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) yang mampu menjadi penyambung lidah Presiden secara geostrategik kepentingan bangsa dan negara kedalam dan keluar.
  3. Tantangan ideologi Pancasila bukan lagi prioritas keperluan interfeith dialog antar agama dan suku demi kesatuan kedalam dari potensi pecahnya kapal NKRI. Tapi kesatuan kedalam dan keluar dalam pemahaman transisi geostrategis di tingkat global dan lokal.
  4. Memproduksi secara teoritik ide ide warisan leluhur ideologi Pancasila dalam matra geo-filsafat, politik, budaya, agama, masyarakat era digital yang segar dan menarik.
  5. Dan seterusnya,……

oleh: Muhammad Ma’ruf

 

 

 

  

.

 

 

 

 

.