Pidato Kebangsaan 10/18/2018

Pidato Kebangsaan

“Membumikan Persatuan Indonesia Demi Mewujudkan Keadilan Sosial”

Yang terhormat segenap panitia, Yang terhormat Duta besar RI di Tehran,..Yang terhormat seluruh warga negara RI di Iran.

Assalamu’alaikum wr.wb

Berbahagialah kita semua disini, menggelar dialog kebangsaan di tanah tua, negeri para pemikir dan filsuf, negeri yang sedang berjuang mempraktekkan sebuah negara pada lefel platonik, karena negara dan filsafat dianggap sebuah keniscayaan oleh pendiri Republik ini. Berbahagialah jika jerih payah ini, kita hargai dengan ucapan tulus hamdalah sebagai bentuk kewajiban beragama atas setiap nikmat umat manusia dan ekpresi kepatuhan pada hukum demokrasi Internasional yang kita hormati.

Membenci dan mengahancurkanya akan membawa malapetaka bagi hukum Internasional dan bentuk kufur nikmat. Sesungguhnya, segala kekufuran akan mengantarkan pada kezaliman, dan kezaliman adalah sumber masalah ketidakadilan sosial dan ekonomi.

Berbahagilaah bagi ruh ruh para pejuang dan pemikir bangsa Indonesia, sesunggunya mereka sedang menyaksikan kita semau disini, darah syuhada para patriot bangsa Indoesia tidak akan sia sia. Semoga darah syuhada mereka akan membantu menjernihkan aneka ragam masalah bangsa Indonesia.

Puji Syukur atas anugerah kemerdekaan RI yang ke-73. Puji syukur pada penciptaan, tanah air, udara, pohon, rumput, udara, alam semesta yang telah tersedia untuk di huni oleh khalifah bernama manusia Indonesia. Tiada pilihan selain berseri seri, berucap syukur atas segala penciptaan yang telah berusia ribuan tahun, bentuk geografis, anek flora fauna, muka bumi Indonesia denga segala hikmah terbaiknya.

Sesungguhnya ruh pertama tercipta dengan perjanjian abadi manusia dengan Tuhanya dan akan kembali ke tempat semula, “mabda wa maad”. Seluruh ciptaan termasuk manusia hidup dalam keadaan kondisi kodrat geografis yang khas, akan kembali ke pada perjanjian semula dalam keadaaan terikat dengan perjalanan eksistensial pribadi-membawa implikasi kewajiban hukum sosial yang akan mewarnai perjalanan sejarah setiap ragam bangsa hingga berimplikasi pada mahkamah keadilan tertinggi Tuhan kelak.

Kondisi mental pengetahuan masyarakat dan implikasi gerak hukum terhubung secara langsung dengan alam spiritual.  Manusia dengan fitrah kebebasanya memilih jalanya sendiri yang terbaik menurut ikhtiar manusia. olehkarena kompleksitas kondisi sosial, maka turunlah para nabi untuk membantu dengan hidayah agung agar perjalanan pribadi dan sosial masyarakat tetap pada rel hidayah vertikal.

Sesungguhnya sejarah pergerakan masyakat berbeda dengan sejarah pergerakan benda fisika. Masyarakat berpikir dan bebas bergerak membawa kodrat pengetahuan bawaan (given) yang menentukan arah sejarah, ditempa dan dibentuk dari kebebasan ihktiar epistemologis eksistensial individu dan sosial. Keduanya membawa karakter isi kognisi pengetahuan sosial masyarakat.

Sesungguhnya “Intelek intuisi” adalah cipataan pertama Tuhan. Jika individu berpikir, masyarakat berpikir, individu hidup, masyarakarat juga hidup. Dominasi wawasan ontologi dan karakter epistemologi masyarakat, akan mewarnai ketajaman dan ketumpulan akselerasi dan kecepatan pergerakan.

Tidak hanya isi kognisi pengetahuan masyarakat akan membawa tabiat, tantangan alam geografi dan budaya, akumulasi pengetahuan awam dan elit akan ditantang oleh kecepatan dalam memutuskan. Ada kematangan, setengah matang dan juga sifat kekanan kanakan akan menentukan level kualitas keputusan.

Kematangan dalam mengambil hikmah dan kecerdasan dalam menangkap tanda-tanda zaman akan ditandai kualitas cara membaca dan memanifestasikan gerak dan waktu. Tiada kebingungan bagi anak emas zaman oleh gonjang gonjing riak gelombang isu, hingar bingar sosiopolik dalam dan luar. Karena anak emas zaman adalah generasi terdidik oleh pengetahuan stabil yang kokoh, flexibel dalam praktek keseharian rumah tangga sebuah bangsa.

Hadirin sekalian generasi anak emas zaman Indonesia tercinta …
Kita adalah sebuah masyarakat spiritual, kita adalah pewaris tradisi pengetahuan monoteis para nabi, kita adalah sila pertama, kita bukan pewaris pengetahuan Imanuel Kant dan Hegel, kita bukan manusia indepen tercerahkan Eropa, kita bukan seonggok rasio mekanik binner (dualisme) Decartes. Kita dan pengetahuan kita bukan produk akumulasi sejarah absolut.

Kita manusia Indonesia bukan dicipatakan dalam keadaan tanpa pilihan yang harus terseret seret terbawa ambisi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat industri Prancis, Inggris, Jerman dan Amerika setiap tahun dan abad. Tabiat kita bukan dibentuk seperti penghuni penjara dominasi ekonomi, masyarakat pewaris dan hasil teori koflik Marxis.

Kita bukan tawanan hawa nafsu kapitalis yang serakah tanpa ujung dan pangkal. Kita bukan hasil diterminasi pilihan dominasi mazhab ekonomi David Ricardo, fondasi kita bukan “homo faber” (mahkluk pekerja), kita bukan tawanan abadi struktur hegemoni dunia, sebagaimana zaman Romawi dan Jenghis Khan. Kita adalah generasi makhluk spiritual anak emas zaman.

Olehkarena itu, kita adalah kita, Indonesia adalah Indonesia, identitas adalah identitas, identitas A adalah A, identitas A adalah potensi intelek intuisi yang tertanam dan ditanam kuat oleh Tuhan Yang Esa.

Identitas adalah kehadiran, manifestasi, fitrah bawaan, hadiah terbaik Tuhan Yang Esa. Identitas kita adalah anugerah manifestasi terbaik Tuhan. Inilah fondasi kemanusiaan seluruh manusia, yang sama saja dimanapun manusia berdiri, sedang perbedaan adalah ekpresi luar gerak budaya masyarakat.

Suku, bahasa, daratan dan kepulauan adalah warna luar, pantulan luar yang disatukan satu warna esensi kemanusiaan, berisi “intelek intuisi”, berasal dari wahyu dan agama, esensi kemanusiaan bukan relatifitas pengetahuan produk penjara ruang dan waktu. Bukan aposterior (pengalaman) sifat bawaan manusia hasil kegagalan akibat ketidaktauhan (uknown) mengenal pengetahuan Tuhan dan Metafisika.

Pembangkitan agama dan metafisika di zaman anak emas zaman adalah perlu dan signifikan. Sebuah legasi, sebuah pilihan, sebuah modal untuk menggerakan seluruh esensi sila Pancasila.

Maka kedirian kita, titik berangkat kita adalah manusia Indonesia yang tercerahkan, kerumunan dan kumpulan masyarakat besar yang menaiki kapal spiritual, titik labuh, dan titik mendarat ada dalam bingkai “mabda wa maad”, ujung dan akhir perjalanan kapal masyarakat bangsa Indonesia dalam level pengetahuan pasti. Jalanya adalah jalan keadilan, seperti jembatan tipis shirat di akherat. Shalatnya seperti berdiri di sentuh angin sepoi.

Pandangan dunianya sudah pasti sesuai tek sila pertama, sumber sebab pertama Dialah yang tidak ada yang serupa, tak tersentuh hukum ruang dan waktu dan akumulasi dinamika pengetahuan manusia. Dialah Yang Esa penopang seluruh realitas.

Pandangan dunia bahwa seluruh struktur realitas, realitas sosial, realitas fisika, realitas hukum dan sejarah masyarakat ditopang oleh dunia imateri, dunia spiritual, dunia indenpenden tak tersentuh hukum ruang dan waktu. Sedang Dia yang Esa hadir,termanifestasi ke alam semesta dan sosial. Manifestasnya bukan produk reduksi, dia mengalir sempurna pada takdir gradasi, seperti matahari menyinari alam semesta, kegelapan alam semesta dan pengetahuan manusia karena ketiadaan cahaya matahari yang terhalang, bukan karena gelap itu sendiri. Matahari adalah ciptaan Tuhan bukan Tuhan itu sendiri, tapi matahari adalah perlambang paling jelas.

Manifestasi seluruh sifat Tuhan, kasih sayang dan keadilanNya dikenalkan melalui hukum, sedang intelek intuisi menjadi perangkat terbaik manusia memahami hukum Tuhan dan manusia. Dinamika manusia memahami hukum Tuhan dan manusia itu sendiri menjadi ujian, menjadi bahan dan perangkat untuk memperoleh keadilan sosial dan semesta.

Sedang gerak sosial dipandu dengan kebebasan pilihan manusia, hukum evolusi kasual sosial dan efek gerak benda fisika dan kimia yang di gerakakan oleh Tuhan robul alamien. Gerak dan isi kognisi pengetahuan masyarakat dibantu oleh doktrin rasionalitas dan prinsip realisme sosial. Dibantu dengan penjelasan intelek teori dan intelek praktis nenek moyang manusia pintar, Aristoteles dan AlFarabi.

Hadirin yang terkasih anak emas zaman
Ijinkanlah saya memberi bingkai dengan beberapa pertanyaan dari judul dialog kita
“Membumikan Persatuan Indonesia demi Mewujudkan Keadilan Sosial”
Pertanyaan kemudian mana yang terlebih dulu di dahulukan,….
1. Mana yang lebih primer, bersatu dulu demi terwujudnya keadilan atau wujudkan keadilan sosial demi persatuan, atau keduanya bisa berjalan bersama
2. Biskah membaca sila Persatuan dan sila keadilan lepas dari sila Ketuhanan, sila Kemanusiaan dan sila demokrasi dan hikmah
3. Bisakah persoalaan bagaimana membumikan, menyatukan bangsa Indonesia, demi terwujudnya keadilan tanpa wawasan Ketuhanan, Kemanusiaa, rakyat dan demokrasi pada level tertinggi..

Baiklah saya akan berusaha menggali Pancasila sebagaimana ajakan Bapak Ir Soekarno. Sesunggunya persatuan memiliki beragam level dan dimensi sebagaimana keadilan.

Dimensi kesatuan dan keadilan, menyatu dengan sila ketuhanan dan kemanusiaan, karena bertuhan yang benar, berperikemanusiaan yang beradab, ada dalam diri orang yang adil. Orang yang adil adalah orang yang tidak terasing dengan masyarakat. Orang yang adil adalah orang yang menyatu dengan masyarakat yang diliputi keadilan.

Itulah manusia integral, manusia spiritual, manusia yang diliputi lima pancasila. Sebagaimana manusia dalam keadaan berlevel, maka keadilan sosial mayarakat berlevel timbang balik antara individu, masyarakat dengan aparatur negara. Etos pemenuhan keadilan harus menjadi pijakan cita-cita bersama.

Jika kita menemukan ketidakadilan parsial, janganlah kita mengatakan terjadi perpecahan nasional. Jika kita menemukan perpecahan parsial, kita harus berhati hati untuk mengatakan terjadi ketidakadilan nasional secara masif.  Kita hanya bisa membaca angka, indikasi ketidaksatuan dan ketidakadilan, kita bisa ukur kesatuan dan keadilan yang terjadi dalam masyarakat dari sisi titik imbang, kualitas pemenuhan kebutuhan materi dan immateri, gerak tindakan dan tujuan masyarakat, kualitas pengetahuan yang mengisi kognisi masyarakat, kita bisa lakukan tindak induksi parsial dan induksi tidak sempurna, tapi hakim tertinggi adalah deduksi logika sebagai doktrin rasionalitas.

Doktrin rasional yang membingkai arah perjalanan masyarakat, apakah masyarakat pada rel gerbong spiritual atau material. Kita boleh merujuk indikasi adil tidak adil dari indek perkapita standar negara lain, tapi hal tersebut tidaklah baku, indek keadilan sosial pertama adalah persoalan seberapa jauh hukum dipatuhi, seberapa jauh tindak etis dilaksanakan dalam masyarakat. Seberapa jauh masyarakat memahami dan menghayati keadilan.

Sesungguhnya keadilan adalah kepatuhan dan pelaksanan pada hukum agama dan negara. Manusia Indonesia yang adil adalah manusia yang memahami hukum, taat pada hukum, menjalankan hukum pada level legal, etis dan penuh dengan kecintaan pada keadilan sosial.

Keadilan harus dicintai, olehkarena keadilan adalah sifat mulia Tuhan, segala sumber keadilan bersumber dari sumber keadilan Tuhan. Sila Ketuhanan Yang Esa, adalah Tuhan Yang Maha Adil. Dia telah menciptakan alam semesta dengan adil, tidak ada ciptaan tanpa sentuhan keadilan Tuhan. Semut yang injak, kecoa, nyamuk yang kita bunuh adalah berguna bagi mata rantai ekosistem. Tumbuhan, hewan tercipta dari mata ratai ekosistem, tidak ada yang tidak berguna dalam keseluruhan ekosistem. Itulah prinsip kesatuan, itulah prinsip keseimbangan.

Sesungguhnya di dalam persatuan terdapat keseimbangan, sesungguhnya di dalam perpecahan terdapat benih ketidakseimbangan. Keseimbangan artinya adil pada diri sendiri, adil pada sesamanya, adil pada hewan, tumbuhan dan alam semesta. Keadilan adalah tuntutan hidup setiap manusia, sedang timbal balik hak dan kewajiban antar manusa dan negara adalah dasar untuk menilai keadilan sosial.

Kesatuan dan keseimbang alam semesta adalah sistem keindahan makhluk hidup, tidak terkecuali manusia. Tuhan menghendaki alam semesta, tumbuhan dan hewan hidup dalam keseimbangan dan kesatuan. Tuhan menghendaki manusia dimanapun menempati sistem masyarakat dengan geografi dan budaya beragam untuk hidup seimbang dan harmoni.

Hak dan kewajiban manusia, hak milik manusia, terjadi ketika dalam sebuah masyarakat. Manusia dan alam pengaruh mempengaruhi hingga berpengaruh pada cara bekerja. Manusia hidup di gunung dan hutan menjadi pemburu dan becocok tanam. Relasi manusia dan gurun menjadi nomaden, manusia kota menjadi pedagang, manusia hidup deket laut menjadi nelayan, manusia dekat pertambangan menjadi penambang, manusia dia area perkotaan menjadi pedagang.

Ketika perkembang interaksi manusia semakin cepat dan tinggi di dorong oleh penemuan ilmu, kebutuhan dan cara memperoleh kebutuhan semakin komplek. Sarana sarana prasarana meningkat, bahan mentah, cara berproduksi, pra produksi, paska produksi, distribusi, sistem barter berubah sistem alat tukar, nilai barang kemudian berubah, gagasan bunga muncul, nafsu penguasaan muncul, akibatnya kebutuhan tak terkendali, bahan produksi tidak terkendali pada saat yang sama kelangkaan produksi tidak terkendali. Darisanalah kemudian ide gagasan makna keadilan tersemai berkelindan dengan kemajuan kebutuhan.

Manusai bekerja pada awalnya mempertahankan hidup, harmoni dengan alam, lama lama manusia bekerja fokus pada keuntungan, bekerja bukan pada keringat dan jerih payah, manusia bekerja fokus pada tingkat profit, kemudian nilai profit di persempit dengan nilai tukar dan waktu. Upah buruh, keuntungan pedagang, gaji pegawai, keuntungan negara lama kelamaan bukan di hitung dari ketersediaan dan pemerataan barang kebutuhan, melainkan fokus pada selisih keuntungan, nilai mata uang yang di ukur dari nilai mata uang yang paling dominan. Hukum penawaran dan permintaan menjadi penggerak utama yang di dukung kekuatan nilai mata uang tertinggi. Itulah kesatuan mata uang dan penguasaan menjadi justifikas hak milik.

Darisanalah kebutuhan hidup di ukur dari kekuatan mata uang tertentu terhadap mata uang terkuat, bukan ketersediaan barang dan daya beli dengan harga terkontrol dari sebuah negara. Olehkarena itu keseimbangan (keadilan) sosial bukan titik imbang penawaran dan permintaan dalam ekonomi, yang diukur dari pemenang kapital terkuat, keseimbangan di ukur dari pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok dan sekunder sesuai dengan standar kebutuhan hidup sebuah negara mengikuti pergerakan karakter kualitas cita-cita zaman.

Saudara sekalian yang terhormat!!!

Tentukanlah kualitas bertuhan, tentukanlah kualitas kemanusiaan, tentukanlah kualitas kesatuan, tentukanlah kualitas hikmah, tentukanlah standar keadilan sosial dan ekonomi, tentukanlah standar hidup rata-rata masyarakat Indonesia. Itulah inti tema pertemuan dialog nasional ini. Kesatuan adalah lawan perpecahan, sedang keadilan adalah lawan kezoliman. Bersatulah melawan ketidakadilan, untuk dapat mewujudkan keadilan.

Dibacakan dalam DIALOG KEBANGSAAN, 10/08/2018 Univesitas Mustofa, Qom.

Wassalamu’alaikum wr.wb