12/4/2021
Mimpi adalah keadaan tidur yang mempengaruhi jiwa manusia dan dapat memberinya pengetahuan dan kognisi baru. Terkadang sesuatu terjadi dalam mimpi, dan kemudian saat sadar, hal dan peristiwa yang sama terjadi. Olehkarena itu ada hubungan antara mimpi dan realitas eksternal.
Ketika peristiwa di dunia mimpi terjadi kemudian di dunia nyata (non mimpi) terjadi, timbul pertanyaan, bagaimana mungkin membuat koneksi antara hal yang telah terjadi di (mimpi) dan hal yang belum terjadi, atau belum ada peristiwa yang dapat diantisipasi. Allamah Tabatabai mempunyai penjelasan yang bagus tentang konten pengetahuan yang ada dalam mimpi .
Tabatabai berkata bahwa pada dasarnya jiwa tidak bisa berkomunikasi dengan dunia material tanpa bantuan tubuh, tetapi dapat terhubung dengan penyebab peristiwa di dunia akal atau dunia imajinal. Menurut Allamah, mimpi adalah sejenis intuisi – suatu mediator pengetahuan olehkarena hubungan jiwa dalam mimpi dengan dunia imajinal (imaginal world).
Makhluk di dunia tempat kita berada adalah bentuk material yang terlihat dalam sistem gerak, energi, aktualitas dan potensi, tetapi di dunia imajinal adalah dunia di mana bentuk-bentuk eksis tanpa materi.
Dalam dunia eksistensi, dunia imajinal berada di atas dunia ini dan setiap peristiwa di dunia ini diturunkan darinya, dan memiliki posisi kausalitas yang berhubungan dengan dunia material.
Dunia ketiga dalam tatanan eksistensi adalah alam akal, yang berada di atas dunia imajinal. Terdapat fakta universal di dunia itu, tanpa bentuk material dan imajinal. Dunia akal juga memiliki posisi kausalitas dalam hubunganya dengan dunia imajinal.
Jiwa manusia, karena imaterialitasnya, selaras dengan dunia imajinal dan dunia intelek; olehkarena itu selama tidur, yang tanpa persepsi sensorik dan terputus dari urusan luar, manusia menyadari, dunia ini dan akibatnya mengamati sebagian dari kebenaran sesuai bakat dan kemampuannya.
Jiwa yang sempurna yang memiliki kekuatan untuk memahami “noumena” dengan intelek non-material yang sama, memahami penyebab dan fakta-fakta alam yang lebih tinggi secara umum tetapi jiwa yang belum mencapai tingkat kesempurnaan, fakta umum yang dia amati akan dia lihat menurut bentuk material yang tidak asing baginya. Misalnya, ia menggambarkan pengetahuan sebagai cahaya, ketidaktahuan sebagai kegelapan, kesepian sebagai kematian dan bahkan mungkin melawan apa yang dia lihat (Tabatabai 2009: 38).
Karenanya, mimpi terbagi menjadi empat jenis:
A) Mimpi benar atau mimpi nyata: seperti memimpikan suatu peristiwa di mimpi dan kemudian peristiwa yang sama terjadi di realitas eksternal (Tabatabai 1995: 34). Mimpi-mimpi ini adalah mimpi yang secara eksplisit terjadi pada jiwa pemimpi tanpa manipulasi dalam pengamatannya dan tanpa membutuhkan interpretasi, mimpi ini mengatakan yang sesungguhya.
B) Mimpi non-eksplisit yang telah dimanipulasi oleh jiwa si pemimpi. Mimpi seperti itu adalah mimpi yang membutuhkan interpretasi dan dibutuhkan seorang ahli untuk menafsirkan kebenaran dan realitas yang dialami sang pemimpi.
C) Mimpi yang merupakan manipulasi jiwa pemimpi. Dalam pengamatannya rumit dan ambigu, dan mengandung beberapa alegori dan transisi ke antitesis. Mimpi seperti itu disebut sebagai Azghathu ahlam dan tidak dapat ditafsirkan karena memang sulit atau tidak mungkin untuk ditafsirkan (Al-Qur’an: 12: 44).
قَالُوۡۤا اَضۡغَاثُ اَحۡلَامٍ ۚ وَ مَا نَحۡنُ بِتَاۡوِیۡلِ الۡاَحۡلَامِ بِعٰلِمِیۡنَ
Mereka menjawab, “(Itu) mimpi-mimpi yang kosong dan kami tidak mampu menakwilkan mimpi itu.”
D) Mimpi kategori keempat adalah mimpi yang dipengaruhi oleh kondisi tidur si pemimpi saat tidur. Beberapa mimpi dipengaruhi oleh faktor alamiah, etika, sebab yang tidak disengaja, seperti orang yang memikirkan suatu subjek dan kemudian pergi tidur, dia melihat mimpinya cocok dan sesuai dengan subjek. Kategori mimpi ini juga tidak memiliki tafsir (Tabatabai 1995: 372).
Menurut Allamah Tabatabai, mimpi kekasih Tuhan (para nabi dan Imam yang sempurna) berbeda dengan mimpi orang biasa, karena mimpi orang-orang biasa tidak memiliki argumen, tetapi apa yang dipikirkan dan dilihat para kekasih Allah tidak salah dalam tidur mereka, dan apa yang mereka lihat sama dengan yang dilihat orang awam dalam keadaan sadar. Allah memberi keyakinan di hati mereka. Mimpi para kekasih Allah ini merupakan pencerahan dan pemberian Tuhan, bukan hasil penaklukan setan. (Tabatabai 1995: III / 346). (Oleh Muhammad Ma’ruf, Peneliti Pemikiran Barat dan Islam)
Referensi;
Tabatabai, Sayyid Muhammad Hussaini (1995), Al-Mizan, Translated by Seyyed Mohammad Bagher Mousavi Hamdani, Qom, Islamic Publications Office.
Tabatabai, Sayyid Muhammad Hussain (1983), Nihayat al-Hikmah, Qom, Al-Nashr Al-Islami Institute.
Tabatabai, Sayyid Muhammad Hussain (1984), Bidayat al-Hikmah, Qom, Institute of Islamic Works.