Pancasila sebagai ideologi negara Republik Indonesia pasti memiliki “World View” dan telah berjalan bersama dengan seluruh dinamika masyarakat Indonesia. Sejak awal ketika Pancasila didesain terus mengalami pertumbuhan. Pancasila berkembang dalam masyarakat yang spesifik. Para pakar Pancasila relatif bebas menafsirkan sesuai dengan tendensi akademiknya.
Ketika Pancasila di tafsirkan dari prespektif Sosiologi Barat dan Islam memunculkan beberapa perbedan kesimpulan. Menafsirkan Pancasila dengan paradigma pengetahuan tertentu, artinya membawa implikasi kecenderungan disiplin ilmu yang dipakai, dalam hal ini membawa pada tren Sosiologi, atau corak Sosiologisme Pancasila. Sosiologi sebagai disiplin ilmu sosial, tentu akan menginduk pada “World View dan Epistemologinya.
Tulisan ini adalah poin-poin penting pada saat penulis mempersiapkan materi diskusi di Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM.
Penulis mengambil dua langkah. Pertama, penulis akan langsung memberi pengertian perbedaan karakter antara Sosiologi Barat dan Islam secara global, kedua memberi kemungkinan, implikasi ketika dua prespektif Sosiologi itu dipakai untuk menganalisa lima sila Pancasila;
Karakter Sosiologi Prespektif Barat
1. Sosiologi yang berkembang dan berbicara dalam masyarakat barat (3 tahap Comte)
2. Sosiologi Barat yang bersinonim dengan sosiologi umum (berlaku untuk seluruh umat manusia)
3. Sosiologi Empiris positifis (rasional empiris-instrumental)
4. Sosiologi Intepretatif (murni explanasi)-hermeunetik, historisisme dan Filsafat Sosial Kontinental
5. Sosiologi yang berkembang untuk menjawab kebutuhan masyarakat modern barat paska revolusi Prancis
6. Sosiologi yang berkembang dengan semangat humanisme Eropa
7. Sosiologi yang berkembang di Prancis (Rasionalisme), Inggris (Empirisme), dan Jerman (Historisisme)
8. Sosiologi yang berakar pada Filsafat Imanuel Kant
9. Sosiologi yang berkarakter nominalIs vis a vis esensialis
10. Sosiologi horisontal
11. Sosiologi “non value judment”
12. Sosiologi yang tidak mencoba mengarahkan pada masyarakat ideal
Karakater Sosiologi Prespektif Islam
1. Sosiologi sebagai doktrin (mengevaluasi) tunduk pada pandangan dunia tauhid
2. Sosiologi dengan epsitemologi dengan instrumen wahyu, sensor (empiris), intelek dan intuisi (basiroh), sejarah
3. Sosiologi dengan “value judment”
4. Sosiologi yang mengarahkan pada masyaraat ideal (masyarakat fitrah)- implementasi potensi
5. Sosiologi kontektual dan historis (satu koin, dua gambar)
6. Identifikasi deviant
-manusia (individu) yang di tindas struktur matrial
-masyarakat yang haknya diambil
-masyarakat di tindas oleh kekuatan hegemoni materialis
7. Elemen sosiologi (Filsafat Sosial, Travelogi, Sejarah dan Peradaban)
Meski membutuhkan penjelasan secara lebih detil, namun dua karakter Sosiologi di atas membawa implikasi ketika di pakai untuk memahami Pancasila. Ketika dibaca dengan Sosiologi Prespektif Barat, maka hubungan lima sila Pancasila akan membawa pengertian dan relasi tertentu. Asumsi penulis adalah, jenis relasi Tuhan dan manusia dalam Epistemologi Sosiologi Barat di tentukan oleh “World View” yang berbasis pada humanisme (human minded).
Kita perhatikan bunyi Pancasila secara tektual;
- Ketuhanan yang Maha Esa, berlambang bintang.
- Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, berlambang rantai.
- Persatuan Indonesia, berlambang pohon beringin.
- Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, berlambang kepala banteng
- Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, berlambang padi dan kapas.
Maka,…
1. 5 Sila Pancasila tidak bisa di baca secara organik komprehensif komplementer, sila 1 akan dibaca dengan sila 2 (humanisme)
2. Sila 2 terputus dengan sila 1 (humanisme Kantian)
3. Sila 3 (kesatuan horisontal material)
4. Sila 4 (hikmah dibaca demokrasi liberal)
5. Sila 5 (keadilan horisontal)
6. Tidak kompatabel mengarahkan pada masyarakat ideal
7. Humanis barat vs Humanisme Pancasila
8. Evolusi bangsa Indonesia dibawah bayang barat (humanis barat dan positivis)
Namun, implikasi Pancasila ketika dibaca dengan Sosiologi prespektif Islam
1. 5 Sila bisa di baca secara organis komprehensif komplementer, (Tuhan, manusia, keadilan, persatuan, rakyat/umat)
2. Sila 1 dan 2 (pencipta (unlimited) dan makhluk/khalifah-limited)
3. Sila 3, (kesatuan horisontal vertikal)
4. Mengarahkan dan mengevaluasi setiap sila
5. Mengarahkan pada masyarakat Pancasila sinonim masyarakat spiritual
6. Sila 1, diisi dengan konten monoteisme Tauhid vs politeisme
7. Evolusi bangsa Indonesia memilik karakter variable sendiri
8. Memiliki potensi karakter bangsa yang independen
9. Manusia Pancasila bisa bermakna insan kamil
10. Memiliki ruang berbicara tentang kesempurnaan individu dan masyarakat
11. Mengarahkan pada masyarakat ideal (tauhid individu dan sosial)
Penulis mempunyai beberapa catatan, diantaranya;
1. Baik prespektif Barat dan Islam tidak selalu dibaca kontradiktif
2. Kedua pendekatan bisa di baca gradatif, baik level individu dan masyarakat yang saling mengkualifikasi
3. Keduanya bertemu dalam pembagian kategori intelek teoritis dan praktis (Aristoteles, Farabi dan Ibnu Sina)
4. Keduanya terpisah ketika Natural Science dipakai untuk membaca sosial science
5.Keduanya berpisah ketika “social intepretatif” sekedar ekplanasi tanpa membuat value judment dan mengarahkan pada masyarakat ideal
6. Pancasila berpontesi sekuler ketika di baca dengan Sosiologi Barat, dan berpotensi non sekuler ketika dibaca dengan Sosiologi Islam
7. Tugas Sosiolog menemukan fenomena sosial, tugas ideolog mengevaluasi dan memberi arah
*Disampaikan dalam serial diskusi Pusat Studi Pancasila UGM, 2018