Membaca Masa Depan Demokrasi Pancasila

Judul diatas mengandaikan kita terlebih dahulu telah memahami Indonesia dari sisi geografi, antropologi, sosiologi, budaya, agama dan kekayaan ekosistemnya. Selain itu, tak kalah pentingnya memahami Indonesia dari sisi manusianya (actor). Membaca demokrasi Pancasila kedepan idealnya didahulu pemahaman tentang tantangan tiap zaman dan pemahaman yang cukup tentang Pancasila. Meski banyak variabel, tulisan ini akan fokus kepada tantangan pemahaman relasi bunyi sila 4 dan sila 5 untuk dapat memenuhi harapan judul diatas. Tantangan masa depan demokrasi Pancasila adalah memperkuat pemahaman (tafsir) kedalam dan menjelaskan probem-problemnya (explanasi) secara akurat.

Pendahuluan
Tentu banyak sekali kendala bagi jalanya demokrasi Pancasila di Indonesia. Demokrasi sebagai suatu pilihan sistem se universal apapun nilainya, tetap akan mempertimbangkan karakter lokal. Olehkarena itulah demokrasi Pancasila adalah satu satunya sistem yang hanya diterapkan di Indonesia. Meski khas dan unik, demokrasi Pancasila dalam pengembanganya mengalami kendala baik sebagai sistem yang terus di tuntun untuk menyempurnakan diri, ia juga di tuntut untuk memenuhi aspek lain. Salah satu aspek itu adalah aspek ekonomi. Jika demokrasi politik sebagai alat, dan postur negara sebagai pengembangnya, maka rakyat harus berdaulat di dalamnya dan pemenuhan kesejahteraan ekonomi akan selalu menuntut efektifitas demokrasi.

Penulis beranggapan, masalah utamanya adalah terjadi ketimpangan jarak, antara demokrasi politik dan demokrasi ekonomi , keduanya seolah tidak singkron satu sama lain. Sebagai contoh, pemilu terus ramai diselenggaran, rakyat aktif terlibat, pada saat yang sama kesejahteraan rakyat tidak bergerak.

Hal ini menurut penulis, terdapat masalah pemahaman, meski hubungan langsung dan tidak langsung terhadap politik dan ekonomi perlu kajian dan bukti lebih lanjut, minimal kita bisa mengatakan bahwa tidak adanya konsistensi memahami dan mengamalkan demokrasi Pancasila adalah faktor fundamental. Sebagian masyarakat Indonesia lebih nyaman dan percaya diri pada dua arus utama, pertama membaca dan menarasikan demokrasi liberal untuk di suntikkan ke benak publik. Arus kedua menarasikan agama (Islam) dalam narasi demokrasi , tapi ujungnya untuk kekuasaan singkat. Bukanya menarasikan demokrasi sesuai dengan “nature” 5 sila Pancasila.
Masalah utama yang lain, tidak adanya kesenyawaan antara demokrasi politik (sila 4) dan demokrasi ekonomi (sila 5). Inilah sumber masalah utama bangsa Indonesia sejak berdiri hingga sekarang. Tidak adanya simultanitas antara upaya pendaulatan hak politik rakyat dan hak keadilan ekonomi. Masalah tersebut tidak terletak pada atribusi Pancasila dibelakang kata demokrasi. Olehkarena itu Demokrasi Pancasila tidak bisa dipersalahkan atau dianggap ada tetapi tidak bergema. Demokrasi Pancasila karenya membutuhkan artikulasi segar yakni dari modal nilai Pancasila itu sendiri.

Demokrasi Pancasila/Demokrasi Spiritual
Modal utama kita dalam memahami demokrasi Pancasila adalah modal konstitusi, sila ke empat jelas menyatakan rakyat di pimpin oleh hikmah. “Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmah. Kata hikmah memiliki makna populer, dalam bahasa Sukarno “gotong royong”, rakyat Indonesia dalam jiwanya lebih menyukai kerjasama dibanding berkompetisi. Atau lebih flexibelnya kerjasama dalam rangka berkompetisi. Secara historis rakyat Indonesia sudah terlatih dengan berbagai macam pengambilan keputusan dengan cara mufakat, disamping itu kata demokrasi sebagai produk modern dengan beragam variasinya tidak akan menggoyahkan status bahwa rakyat Indonesia sudah berdemokrasi dengan caranya sendiri.

Demokrasi Pancasila selain mempunyai status konstitusional, juga memilik makna bahwa kebebasan yang dikembangkan dalam berdemokrasi dalam kerangka manusia Indonesia, yakni manusia yang pada mukaddimah UUD menyatakan penolakanya terhadap segala penjajahan di dunia. Penolakan terhadap segala perbudakan manusia atas manusia, perbudakan bangsa atas bangsa yang lain. Penolakan artinya manusia Indonesia ingin menjadi manusia bebas dari penjara hawa nafsu dirinya sendiri (status eksistensial) maupun nafsu orang lain. Nafsu diri (artinya) secara eksistensial manusia (sila 2) terus menerus mengupayakan (transendensi) tidak menjadi budak fisik (dunia). Kebebasan dalam demokrasi Pancasila artinya bertolak dari status manusia spiritual. Inilah yang kemudian membedakan demokrasi liberal (barat modern) karena status manusia dipahamai secara material. Manusia barat adalah manusia yang ingin bebas untuk memenuhi hasrat material (biological sense).
Kata hikmah juga bisa dipahami dinaikkan levelnya menjadi narasi yang serius, hikmah dalam pengertian Filsafaf Islam, yaitu orang yang memilki kemampuan membuat premis yang kuat sehingga menghasilkan kalimat burhani (kokoh). Hikmah tidak hanya dalam pengamalan sesuai dengan nilai spiritualitas, tetapi embeded dalam akalnya. Orang yang memiliki hikmah adalah orang yang alim (orang yang memilik intelek teori dan praktek), (Farabi, Madinah al Fadilah).

Olehkarena itu secara “nature”, masyarakat Indonesia menyukai di pimpin oleh pemimpin yang memiliki hikmah. Kebebasan rakyat tidak hanya dipahami sebagai partisipasi seluas mungkin rakyat memilih pemimpin (legistlatif dan eksekutif). Keinginan dan kebebasan rakyat Indonesia, seharusnya dipahami bahwa setiap manusia memiliki kebebasan disesuaikan dengan level potensi yang berlevel. Oleh karena itu kebebasan tidak langsung bermakna “equality”. Kesederajatan hanya berlaku dalam masyarakat. Kesederajatan dalam hak berbicara dan berpendapat, kesederajatan dalam menerima hak ekonomi dan sosial.

Demokrasi Pancasila yang dibingkai oleh sila keempat artinya hikmah yang memimpin rakyat didasarkan pada kepercayaan pada Tuhan yang satu, hubungan antar manusia olehkarena itu dalam bingkai sila 1. Demokrasi Pancasila olehkarena itu tidak ada afinitas sama sekali dengan pengertian demokrasi modern milik barat (liberal). Manusia dalam bingkai demokrasi liberal adalah manusai produk “aufklarung”, manusia tercerahkan yang independen dari Tuhan. Olehkarena itu menarasikan demokrasi Pancasila dengam narasi demokrasi liberal, artinya menarasikan dan menduplikasi keinginan, hasrat dan cita-cita masyarakat barat ke dalam kesadaran manusia Indonesia.

Manusia Indonesia adalah manusia spiritual, bukan manusia produk modern filsafat Imanuel Kant. Prototype manusia tercerahkan versi Kant adalah manusia independen yang tidak akan bisa menjangkau pengetahuan “nomena” (Tuhan dan Metafisika), manusia yang terjerat dalam fenomena dengan 12 kategori yang hanya dapat melihat fenomena (terikat ruang dan waktu). Atau manusia hanya bisa mempresepsi pengetahuan relatif, pengetahuan manusia adalah produk sejarah yang terikat ruang dan waktu (Hegel, Filsafat Sejarah). Prototye manusia Indonesia bukan prototye Kant dan Hegel. Manusia Indonesia adalah mahkluk spiritual, basis pengetahuanya immateri, jiwanya tidak ada dalam lokus badan. Intelek dan intuisi menyatu, berasal dari perjanjian suci, fitrah akal dan intuisinya tidak independen, dia dependen, termanifest dari anugerah Tuhan. Pengetahuan Tuhan turun dalam ruang waktu bukan hasil yang termakan hukum sejarah (absolut Hegel), pengetahuan Tuhan termanifest kedalam alam semesta dan pengetahuan manusia. Pengetahuan manusia memperoleh status “being” karena “transendensi” bukan dari takdir “reduksi”.

Olehkarena itu Demokrasi Pancasila diisi dan dipraktekkan oleh manusia Indonesia selayaknya mendapatkan asupan sesuai dengan bunyi konstitusi dan Falsafah yang senafas denganya “Hikmah”. Dengan demikian jelas bahwa Demokrasi Pancasila adalah Demokrasi Spiritual. Kekuasaan dan kebebasan manusia adalah kombinasi kekuasaan Tuhan dan kebebasan ihtiar manusia. Hubungan hak dan kewajiban antar manusia secara timbal balik, akan tetapi berkaitan hubunganya dengan Tuhan, hak dan kewajiban tidak timbal balik, manusia hanya memilik kewajiban pada Tuhan. Relasi manusia dan Tuhan ini khas Indonesia, dan tidak akan di temukan dalam kontek demokrasi barat.

Demokrasi Politik dan Ekonomi
Persoalan masa depan demokasi Indonesia dari sejak berdirinya negara RI adalah tidak adanya kesenyawaan antara sila keempat (demokrasi politik) dan sila kelima (demokrasi ekonomi). Indonesia telah berekperimen dengan demokrasi liberal dan terpimpin dan pada zaman reformasi terjadi kekaburan pelaksanaan, antara demokrasi liberal dan Pancasila. Kekaburan karena faktanya ekonomi Indonesia pada prakteknya kapitalis, tetapi bunyi konsitusi tetap demokrasi Pancasila. Persoalan ini tidak mudah untuk dijawab karena gap teori dan praktek tidak bisa diukur dari semata ekonomi, atau semata politik. Inilah salah satu maknanya kenapa demokrasi tidak bisa menjadi tujuan dirinya sendiri. Demokrasi hanyalah alat.

Jika kemudian pertanyaan muncul, kenapa jalanya demokrasi Pancasila tidak simultan dengan pembangunan. Jawaban itu ada pertanyaan kenapa ekonomi liberal berjalan seoalah tanpa bisa diarahkan demokrasi Pancasila. Kenapa Ideologi negara kehilangan kewibawaan, pada saat yang sama ekonomi terpuruk. Olehkarena itu jawaban tidak semata bahwa kesalahan terletak pada aspek politik.

Lalu kemudian kita ajukan sebuah jawaban, bahwa teori adalah teori, praktek adalah praktek, keduanya seharusnya bersenyawa. Dan kita memilih untuk berbicara dan bernarasi, sesempurna mungkin. Untuk itu dibutuhkan pembacaan yang utuh dari berbagai elemen yang membentuknya. Kemudian juga perlu juga mereview arti dari aspek kesejahteraan itu sendiri, darimana kita mengukurnya.

Kesenyawaan tidak hanya dilihat dari aspek politik dan ekonomi, melainkan juga aspek ketuhanan (sila 1), kemanusiaan (sila 2), persatuan (sila 3).
Hal penting lain, agar kesenyawaan terjadi adalah karena faktor “will”, Ideologi, doktrin (pilihan mazhab ekonomi dan sosial) dan sains sosial dan filsafat yang menopangnya.

Will
Persoalan “will” adalah persoalan penentuan kebutuhan manusia Indonesia. Kebutuhan adalah pendorong dalam rangka pemenuhan keadilan. Keadilan tidak selalu bermakna keadilan ekonomi, keadilan harus diperluas pada keadilan Tuhan (sila 1) harus termanifes kepada alam semesta Indonesia, kepada manusia Indonesia. Manusia Indonesia dalam “self” nya adalah manusia adil yakni yang tahu dan taat hukum. Taat hukum agama pada saatnya sama taat pada hukum negara. Kebebasan beragama seharusnya sinergi dengan ketaatan pada hukum agama dan negara.

“Will” dalam diri manusia Indonesia, bukan “will” untuk memenuhi desakan kebutuhan masyarakat industri Eropa pasca pencerahan . “Will” orang Indonesia harus mengidentifikasi kebutuhanya sesuai dengan “nature”nya orang Indonesia, sesuai dengan kerangka transendensi setiap sila Pancasila. “Will” juga seharusnya selalu dalam bingkai logika koneksi dengan aspek ontologi dan epistemologi (fondasi pengetahuan masyarakat). Antara pengetahuan dan kebutuhan seharusnya selaras. Ketidakselarasan terjadi manakala manusia Indonesia menjadi masyarakat kapitalis (rakus dan serakah) sementara karakter tabiat pengetahuanya Pancasila. Antar will dan pengetahuan ontoepistem seharusnya bekerja mengikuti garis tujuan spiritual, membentuk masyarakat spiritual masa depan.

Kekuasaan
Kekuasan dalam pengertian standar dimaknai dalam demokrasi satu rangkaian dengan postur struktur negara. Kekuasaan eksekutif, legislatif dan Yudikatif. Kekuasan adalah momen pada saat rakyat memilih dan mendelegasikan harapanya pada kerangka triaspolitika.Ketiganya tunduk pada hukum sebagai penguasa tertinggi. Rakyat memerintahkan dirinya sendiri secara kolektif dibawah suatu “order”(aturan). Olehkarenanya “order” berbarengan “social order” ketaatan, status quo, penjaga stabilitas. Antara “order dan social order” berjalan berkesinambungan. Karena kebebasan manusia dan ketaat pada hukum dipahami secara padu. Elemen ini penting dalam kerangka pembangunan nasional per periode.

Evolusi
Makna demokrasi juga seringkali lepas dari evolusi manusia sebagai agen. Manusia Indonesia tidak hanya taat pada “order” demi pembangunan, akan tetapi karena manusia Indonesia, manusia spiritual olehkarenanya jiwanya terus berevolusi, transendensi dalam imanensinya aturan fungsional (negara dan aparaturnya).

Poltik dan Ekonomi
Demokrasi Politik Pancasila artinya berbasis pada hak mendapatkan kekuasaan yang penuh hikmah sedangkan demokrasi ekonomi mendapatkan hak ekonomi, maka hubungan sosialpolitik dan ekonomi ditemukan oleh keadilan sebagai basis etika. Keadilan adalah pendorong utama kekuasaan rakyat.

Dalam kerangka keadilan ekonomi, menurut penulis terdapat beberapa point yang bisa dijadikan kerangka untuk mendekatkan demokrasi politik dan ekonomi. Sebagai pengingat kita harus membaca sila 4 dan sila 5 dalam kerangka 5 sila.

Panduan Membunyikan 5 Sila Pancasila
Setidaknya terdapat tiga tahap dalam membaca lima sila, pertama 5 sila pancasila ditopang oleh pandangan dunia immateri (illahiyah). Kedua, sila 1 dan sila 2- memberi bingkai makhluk (ciptaan) dan Tuhan (pencipta), horisontal dan vertikal (wahyu dan agama), mengunci intepretasi sekuler (humanisme barat). Ketiga, sila 1 dan sila 2 memberi bingkai persatuan (sila 3), hikmah kerakyatan (sila 4), keadilan (sila 5). Untuk itu dibutuhkan cara membaca integralitas pancasila dalam rangka membaca demokrasi pancasila/spiritual. Olehkarena itu setidaknya dibutuhkan; 1. Prespektif spiritual tentang dunia, 2. Kebebasan Individu yang berorientasi pada orientasi spiritual, 3) Basis prinsipnya universal yang menyediakan justifikasi evolusi sosial secara keseluruhan.

Keadilan Sosial
Cara berpikir dan panduan orang Indonesia seharusnya adalah bahwa keadilan Tuhan (keseimbangan kosmik) sila 1, harus termanifestasi dalam keadilan ekonomi dan sosial. Sifat Tuhan Adil, semua ciptaan adil, prinsip keseimbangan menjadi pedoman keadilan ekonomi dan sosial. Keadilan berhubungan erat dengan pemimpin, pengetahuan dan ketaatan hukum.

Lepas dari persoalaan kesejahteraan yang berjarak dengan demokrasi yang sedang dijalankan, penulis akan fokus pada “pemahaman” dibanding ekplanasi persoalan ekonomi. Pemahaman yang dimaksud mencoba memberi panduan teoritis doktrin ekonomi agar sesuai denga nafas lima sila. Bisa jadi doktrin tersebut sudah dipakai bisa juga belum, penulis tidak akan mengelaborasi kearah sana. Penulis hanya ingin mengusulkan poin beberapa doktrin agar memenuhi harapan ekonomi berbasis Pancasila.

Skema penjelasan dan penjabaran keadilan sosial dan ekonomi Pancasila telah dilakukan oleh pelaku sejarah Indonesia. Diteruskan oleh para pakar ekonomi, seperti Dr. Mubiyarto (1994; 44-45), Dr. Sri Edi Swasono (2009;6), Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan, Universitas Brawijaya (2009) dll.

Terdapat garis tegas ekonomi Indonesia sesuai dengan asas pendirian negara RI, berbasis non kapitalis dan non marxis, yakni semata untuk pemenuhan keadilan sosial, keadilan ekonomi berbasis Pancasila. Olehkarena Pancasila sebagai sebuah dasar dan ideologi tidak self sufficien theory, tidak bisa mencukupi dirinya sendiri secara teori dalam menjabarkan doktrin dan ilmu, teori dan praktek keadilan sosial dan ekonomi, maka dibutuhkan teori pinjaman dari berbagai sumber yang telah mapan dan dibutuhkan inovasi baru jika perlu.

Tulisan selanjutnya, penulis berusaha menggali keadilan sosial dan ekonomi dari prespektif Pancasila. Kerangka yang dipakai oleh penulis adalah jika sejauh penjelasanya tidak keluar dari makna lima sila dan mewakili karakter sifat keadilan sosio-ekonomi yang dimaksud, maka penulis anggap sebagai sebuah justifikasi yang valid
Berikut beberapa doktrin yang bisa dipakai dalam rangka pemenuhan keadilan ekonomi Pancasila. Doktrin adalah pilihan mazhab ekonomi, sedang ekonom bertugas menemukan problem ekonomi dan menyelesaikanya dengan formula yang disesuaikan dengan mazhab ekonomi

Doktrin Keadilan Ekonomi Pancasila
1. Fondasinya prinsip keseimbangan
2. Menjaga keseimbang, tidak over produksi dan kelangkaan barang
3. Memotong parasit perantara (dengan motif provit semata tanpa kerja produksi) antara produsen dan konsumen-prinsip-sirkulasi berjalan sehat
4. Pemanfaatan reklamasi (tanah mati) disesuaikan dengan cita-cita keadilan
5. Kegiatan produksi bahan dasar alam dan mineral seharusnya di intervensi negara, untuk pertumbuhan cabang-cabang produksi, menopang kebutuhan dasar
6. Kegiatan tambang dan mineral di kuasai negara karena berdampak luas secara nasional
7. Prinsip barter tidak boleh melebihi ambang batas kebutuhan
8. Prinsip produksi merupakan koridor distribusi bukan dibentuk oleh sejarah (baca marxis; kehidupan adalah produksi)
9. Ekonomi Pancasila berfokus pada kebutuhan, bukan profit. Ilustrasinya; tidak boleh mengepel lantai dengan parfum (berlebihan), tidak boleh memproduksi parfum melebihi kebutuhan (prinsip keseimbangan)
10. Persoalan ekonomi bukan masalah ketidaktersediaan alam memenuhi kebutuhan manusia, masalah ekonomi timbul dari manusia itu sendiri (serakah dan zolim)
11. Kezaliman merupakan bentuk ingkar nikmat, sumber masalah ekonomi
12. Prinsip bekerja adalah ibadah, tidak bekerja berarti cacat kemanusiaan. Kerja adalah sarana untuk mendapat kekayaan untuk ibadah, manusia adalah makhluk spiritual bukan homo faber (mahkluk pekerja)
13. Dalam investasi dilakukan untuk tujuan produksi, melarang investasi benda tidak bergerak semata untuk tujuan pemenuhan kebutuhan konsumtif. Investasi semata untuk tujuan produksi.
Sarana produksi
1. Tanah harus produktif, tidak boleh tanah mati dibiarkan tidak produktif
2. Negara mengambil hak penguasaan reklamasi untuk tujuan cita-cita keadilan
3. Mengambil hak kepemilikan orang (individu) karena ketidakmampuanya (kapasitas) dalam mengelolala tanah mati
4. Melarang perolehan pendapatan tanpa kerja, seperti menyewa sebidang tanah, lalu menyewakan lagi ke orang lain dengan biaya sewa lebih tinggi
5. Mengharamkan bunga dan menghapus praktek riba, transformasi modal uang harus menjadi modal produktif (bagi hasil sektor riil), memutus konflik bunga perniagaan dan bunga usaha pinjaman. Pendapatan dengan bunga adalah pendapatan tanpa kerja, bertentangan dengan gagasan keadilan. Pendapatan dari bunga didasarkan faktor waktu (nilai tukar) bukan kerja.
6. Prinsip modal adalah sebagai pelayan perniagaan dan industri, bukan profit uang
7. Melarang usaha yang tidak produktif (judi, sihir, ilmu hitam) menyia-nyiakan kemampuan produktif manusia yang berharga.
8. Bunga di bolehkan oleh intelektual kapitalis karena, pertama dianggap hak modal atas debitor yang meminjam uang untuk kegiatan produktif, tapi tidak berlaku bagi debitor bukan untuk tujuan produktif (pribadi), seharusnya hak modal hanya untuk bagi hasil. Kedua, bunga dianggap selisih nilai aktual suatu komoditas dan nilai masa datang. Ketiga, bunga dianggap distribusi paska produksi ditempatkan dalam kerangka nilai.
9. Melarang menimbun uang, karena dapat menarik perputaran (usaha produktif), dapat menahan dan tidak memanfaatkanya demi tujuan produktif. Fungsi pajak/zakat menyusutkan harta yang di timbun
10. Larangan pendapatan dari hiburan yang sia-sia, jauh dari kerja keras dari berbagai aktifitas produksi material dan spiritual
11. Mencegah konsentrasi kekayaan
12. Tradisi warisan dalam keluarga sebagai bentuk kelangsungan usaha produksi dan kelangsungan pemikiran produktif
13. Negara harus memberi jaminan sosial, karena ketidakmampuan usaha produksi, dengan prinsip kewajiban timbal balik, dan pemenuhan hak individu terhadap sektor publik. Jaminan sosial dengan prinsip persaudaraan umum bukan didasarkan pajak penghasilan. Jaminan sosial berdasarkan kebutuhan pokok
14. Negara wajib memenuhi standar di luar kebutuhan pokok masyarakat secara langsung, tidak semata karena hubungan timbal balik
15. Terlarang memberi jaminan bagi orang mampu, karena dapat menahan orang dari kerja produksi
16. Terlarang perilaku boros dan berlebih lebihan, uang harus di gunakan untuk kepentingan produksi
17. Menuntut individu mendapat pengetahuan yang cukup (keterampilan dan keahlian) untuk menopang kehidupan (etos menghindari pembengkaan pengangguran)
18. Pemenuhan standar hidup minimal oleh negara dan merupakan kewajiban bersama
19. Negara berhak memaksa kapitalis serakah untuk membantu dan menolong orang-orang yang tidak mampu (cacat)
20. Setiap manusia saudara manusia lain, tidak boleh menzalimi dan tidak boleh membiarkan dalam kesulitan
Doktrin Keseimbangan Sosial Pancasila
1. Berangkat dari dua fakta; fakta kosmik dan doktrinal. Fakta kosmik berkenaan dengan perbedaan spesias manusia karena perbedaan kecakapan mental dan intelektual, serta kecenderungan (bakat). Status buruh bukan akibat kerangka sosial, akan tetapi karena perbedaan intelektual dan bakat. Status buruh jika dijelaskan karena akibat kerangka sosial tidaklah cukup.

Perbedaan status karena perbedaan bakat dan intelektual, olehkarena itu kerangka sosial dengan hukum dan perubahan sosial tidak akan dapat menghapus, dan bagi seorang realis tidak akan mengabaikanya.

Fakta doktrinal, hukum distribusi yang menyatakan, kerja adalah basis properti privat beserta hak apapun atasnya. Pengakuan terhadap kekayaan didasarkan pada perbedaan potensi intelektual, spirtual, dan fisik. Perbedaan tidak akan menimbulkan konflik dan pengakuan akan fakta tersebut menjadi penyebab keseimbangan sosial akan terjadi.
2. Keseimbangan sosial adalah keseimbangan standar hidup (umum) para individu dalam masyarakat bukan keseimbangan pendapatan. Negara di tuntut mencapai standar hidup yang tinggi tanpa berlebih lebihan, berusaha mengatasi perbedaan standar hidup yang mencolok (fenomena kapitalis). Masyarakat umum harus mempunyai pijakan yang sama dalam soal standar hidup.
3. Pijakan negara adalah pemerataan kemakmuran
4. Kemakmuran adalah keadaan dimana seseorang mampu menghidupi diri dan keluarga, sejajar dengan masyarakat umum, menikmati standar hidup yang sama tanpa ada kesulitan dan kesukaran
5. Keseimbangan sosial didapat dengan cara meningkatkan kemakmuran (kebutuhan primer dan sekunder)
6. Pemerataan kemakmuran syarat dasar keseimbangan sosial
7. Keseimbangan sosial dilakukan negara dengan tiga hal, menetapkan pajak permanen, menciptaan sektor publik, meregulasi aturan hukum berbagai bidang dalam kehidupan ekonomi
8. Orang fakir adalah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok dan ekstranya. Orang yang hidup jauh dari standar hidup para individu kaya dalam masyarakat. Orang makmur adalah orang tidak menerima kesulitan dalam memenuhi berbagi kebutuhan pokok dan ektranya proporsional dengan kekayaan dan kemajuan material negara.
9. Kefakiran adalah ketidakmampuan menyetarakan standar hidup dengan standar hidup masyarakat. Arti dan maknanya akan meluas seiring dengan meningkatnya standar hidup masyatakat umum. Kefakiran adalah ketertinggalan akselerasi peningkatan standar hidup masyarakat
10. Elastisitas makna kefakiran bertumpu pada gagasan keseimbangan sosial
11. Elastisitas makna fakir dan makmur dan pempatan hukum jaminanan keseimbangan sosial. Pergeseran makna selaras dengan kondisi aktual
12. Negara berfungsi menahan individu (privat) melakukan expansi bersekala luas di berbagai bidang produksi dan perdagangan. Bank-bank kapitalis membei pinjaman pembiayaan dengan tigkat suku bunga tertentu. Hukum harus melarang penimbunan harta dan melarang pemberlakukan bunga, denga demikian aktivitas privat berada dalam batas-batas wajar. Bank mendapat keuntungan dari bagi hasil sektor riil.
13. Dengan demikian keseimbangan sosial di dapat dengan cara, negara melarang penimbunan harta, melaksanakan penetapan hukum waris, pengambil alihan hak milik atas tanah terabaikan.
Prinsip Pengisian Pengisian Kekosongan Hukum oleh Negara
1. Prinsip aturan hukum dalam kehidupan ekonomi, tidak ada resep yang tetap dan statis di wariskan dari masa ke masa. Prinsip aturan hukum sesuai dengan kondisi segala zaman
2. Hukum menciptakan ruang kosong dengan memberikan arahan pada hukum primer bagi setiap kejadian
3. Hukum pada dasarnya tidak meninggalkan ruang kosong yang mencermikan pengabaian atau kekurangan
4. Ruang kosong boleh disisi ketika status ekonominya boleh (mubah)

Kesenyawaan Politik dan Ekonomi
Basis keadilan sosial adalah keseimbangan, basis politik adalah kebebasan kesempurnaan manusia, basis keadilan ekonomi adalah pemerataan kebutuhan. Sosial berkaitan dengan relasi hak dan kewajiban, pengetahuan dan kesadaran masyarakat, sedang kekuasaan adalah pendelegasian wewenang memerintah, sedang keadilan ekonomi adalah pemerataan hak mendapatkan atas usahanya dan hak pendapatan atas aset publik.

Ekonomi berkaitan dengan kebutuhan sehari hari rakyat (kesejahteraan), sedang politik jangkauan aspirasi kedaulatan rakyat dalam pengertian konvensional (prosedural tata kelola negara) dan kekuasaan non konvensional, yakni hak mendapatkan kebutuhan spiritual. Demokrasi olehkarenanya harus terhubung langsung dengan kebutuhan fundamental manusia, kebutuhan eksistensialnya, yakni kebutuhan spiritualnya.

Sarat mutlak terjadinya kesejahteraan dan pembangunan demokrasi adalah kejelasan Ideologi sebagai pengarah, ia tidak boleh limbung oleh ruang dan waktu, ia harus di topang pandangan dunia immaterial (spiritual). Terjadinya kontak langsung antara alam transenden dan imanen. Kontak terjadi setiap saat oleh karena itu implikasi keadilan langsung terkait dengan keadilan Tuhan. Berpolitik dan berkegiatan ekonomi adalah kegiatan spiritual, olehkarena itu penopangnya adalah dunia maha suci. Kegiatan ini akan bersifat spiritual jika hikmah meliputi seluruh atmosfir negara.
Kekuasaan dan keadilan adalah basis utama membaca masa depan demokrasi Indonesia. Tantanganya adalah bagaimana menarasikan demokrasi agar kompatabel dan searah dengan bunyi lima sila. Olehkarena itu di butuhkan penemuan “self” sebagai jati diri bangsa.. Penemuan artinya bergerak terus dalam jiwa bangsanya selalu mengikuti garis vertikal. Percaya diri membangun demokrasi spiritual. Penemuan diri artinya penemuan manusia yang tercerahkan, “self” bangsa yang tercerahkan, menuju “self” yang haus daya spiritual.

Hal lain adalah kejelasan doktrin ekonomi yang sebelumnya penulis sampaikan. Doktrin harus dipakai menjadi alat pertimbangan ekonom dan pengamat ekonomi dalam menemukan fenomena ketidakadilam ekonomi. Mereka harus fokus pada doktrin sedang penemuan masalah ekonomi dan formula tehnis tidak boleh keluar dari garis doktrin dan ideologi. Olehkarena itu harus ada pembagian tugas yang jelas, siapa penjaga ideologi, siapa penjaga doktrin, siapa ilmuan, siapa pengambil dan pelaksana kebijakan.

Media sebagai katalisator informasi dalam berdemokrasi, tidak boleh didominasi oleh kapitalis serakah, kekuasaan tidak boleh dimain mainkan sebagai “permainan” di ruang publik. Seolah presiden, menteri, legislatif, eksekutif yudikatif bisa direkayasa dengan permainan opini publik sebagai basis yang mengisi kognisi masyarakat. Rakyat berdaulat artinya rakyat memilih dan mendapatkan asupan energi amal dan pengetahuan hikmah. Pemerataan hak informasi dan ilmu artinya, sebaran ilmu yang penuh hikmah dan kokoh (bukan kekuasaan sesaat dan hoak).

Keadilan sosial, keadilan ekonomi dan kekuasaan rakyat haruslah diisi dengan kesadaran dan pengetahuan yang terhubung langsung dengan akherat, tanpa kehilangan waktu harus memainkan pekerjaan orang lain, berdemokrasi hasil pikiran yang labil (modern barat). Juga tanpa harus kehilangan waktu berdemokrasi dari narasi imperialis berbaju agama yang sebenarnya merupakan kepanjangan kekuatan politik global yang dominan. Masa depan demokrasi Indonesia kedepan artinya berdemokrasi dengan cara pancasila, mengikuti cara dan arahan spiritual. Berdemokrasi Pancasila artinya terhubung langsung dengan alam spiritual.

Disampaikan dalam seminar “Masa Depan Demokrasi Indonesia dan Tantangan Zaman” University of Islamic Denominations, 28/09/2018, Tehran.

Referensi
Intelegensia Muslim dan Kuasa Yudie Latief, Mizan 2005
Negara Paripurna, Yudie Latief, Gramedia, 2015
Pancasila dan Islam, Erwin Kusuma dan Khairul, PSP UGM dan TIFA
Buku Induk Ekonomi Islam, Muhammad Bagir, 2002
Falsafatuna, Bagir Shadar, Mizan 2014
Arabic Thought in The Liberal Age, Albert Haurani, Cambridge University Press, 2013
Continental Philosophy of Social Science, Yvonne Sherratt, Cambridge University Press, 2006
The Muqaddimah, Ibn Khaldun, Bollingen Series Princeton University Press, 1981
Orientalisme, Edaward Said, Penerbit Pustaka, 2001
Masyarakat Terbuka dan Musuh-Musuhnya Karl Popper, Pustaka Pelajar, 2002
Philosophy Of Ethics, Murtada Mutahhari, Islamic and West Research Center 2016
Contemporary Islamic Philosophy, Fana’i Eshkevari, MIU Press 2011