KOMPAS.com – Peneliti Pancasila dan isu-isu kontemporer, Muhammad Ma’ruf PhD, menyebutkan ada tiga versi tentang hari lahir Pancasila. Versi pertama berasal dari kubu pemerintah dan pendukungnya. Sementara versi kedua dari oposisi yang ingin berkuasa. Kelompok ketiga dari kaum marginal.
Mereka tidak terlibat secara langsung dalam proses sejarah. Kaum marginal ini tidak ikut rapat BPUPKI dan PPKI. Dosen Universitas Paramadina ini menjelaskan, ada tujuh alasan kubu pemerintah menyetujui bahwa 1 Juni ditetapkan sebagai hari Pancasila.
Alasan pertama adalah asal usul ideologi Pancasila sebagai dasar negara dari Soekarno. Kedua, tempat kejadian dalam rangkaian sidang BPUPKI dan PPKI, 28 mei-1 juni 1945.
Ketiga, sidang tersebut sebagai satu kesatuan kronologi dalam sidang BPUPKI 1 juni 1945, rumusan piagam Jakarta 22 juni 1945 dan rumusan final menjadi aklamasi 18 agustus 1945 pada sidang PPKI.
Keempat, penetapan 18 Agustus 1945 sebagai hari konstitusi sebagai pelengkap sejarah ketatanegaraan hari lahir Pancasila. “Kelompok pertama (pendukung pemerintah) secara legal memahami Pancasila sebagai ideologi Negara Indonesia berbasis tanggal 1 juni 1945. Memahamai Pancasila sebagai filsafat dasar negara Indonesia,” kata Ma’ruf kepada Kompas.com dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/6/2022).
Sementara kelompok kedua, yakni oposisi, memahami bahwa Pancasila sebagai filsafat negara dan bangsa Indonesia berbasis tanggal 18 agustus 1945. Pidato 1 juni 1945 dianggap sebagai gagasan awal Pancasila, sementara teks aklamasi 18 Agustus 1945 adalah gagasan primer sebagai dasar dan filsafat bangsa dan negara.
Tak jarang, kata Ma’ruf, sebagian menganggap Pancasila bukan ideologi tetapi filsafat bangsa dan negara. Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2016, rumusan Pancasila tanggal 18 Agustus 1945 memiliki tiga makna, yakni sebagai kesatuan tiga kronologi proses, kelengkapan sejarah ketatanegaraan dan hari konstitusi.
Keputusan Presiden RI itu berbunyi: “Bahwa rumusan Pancasila sejak tanggal 1 Juni 1945 yang dipidatokan Ir. Soekarno, rumusan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 hingga rumusan final tanggal 18 Agustus 1945 adalah satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai Dasar Negara;” “Bahwa tanggal 18 Agustus telah ditetapkan sebagai Hari Konstitusi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2008, sehingga untuk melengkapi sejarah ketatanegaraan Indonesia perlu ditetapkan hari lahir Pancasila;” Intinya, kata Ma’ruf, bahwa kelompok pertama memaknai pidato Soekarno 1 Juni 1945 sebagai hal yang primer, sementara aklamasi 18 Agustus 1945 sebagai hal sekunder. Sementara kelompok kedua memahami sebaliknya. Ketiga kelompok ini secara legal sama-sama warga negara Indonesia, mau tidak mau diikat oleh ketetapan hukum hari lahir Pancasila. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2016 menetapkan 1 juni sebagai hari lahir Pancasila.
Baik kelompok pertama dan kedua memiliki kesempatan merenung lebih sedikit. Hal primer dalam memaknai tiga kronologi sejarah dasar negara Pancasila dalam ilmu dan penguasaan ketatanegaraan masuk ke zona persaingan elektoral.
Suara kelompok ketiga Sementara kelompok ketiga relatif lebih banyak waktu merenung untuk membuat basis teori yang lebih kokoh. “Mereka (kelompok ketiga) adalah penonton kekuasaan dan memang tidak memilik saham resmi, hanya warga negara biasa, seperti buruh di hadapan pemegang saham perusahaan Indonesia. Mereka tidak ditanya dan jika berpendapat tidak didengar terkadang mereka diperkusi,” kata alumni Fakultas Fisalafat UGM ini.
Ma’ruf mengatakan, kelompok ketiga ini memaknai hari lahir Pancasila 1 Juni 1945 secara filsofis berbasis pada teks Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2016.
Apa itu Pancasila ? “Bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara Republik Indonesia harus diketahui asal usulnya oleh bangsa Indonesia dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi, sehingga kelestarian dan kelanggengan Pancasila senantiasa diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.“ Intinya bagaimana menghubungkan teks 18 Agustus 1945 yang menjadi dasar ideologi hingga sekarang dari pidato 1 Juni 1945. “Salah satu cara adalah menggunakan lima nilai universal sila Pancasila secara tekstual-legal sebagai hal yang tetap (abadi). Mengambil referensi ideologi yang dipahami Soekarno dan seluruh anggota yang melakukan aklamasi pada 18 Agustus 1945 sebagai hal yang dinamis.
Memahami dalam konteks sekarang dengan epsitemologi baru,” jelasnya. Agar upaya itu berjalan mulus, Ma’ruf mengusulkan langkah pertama yang harus dilakukan adalah menjadikan hari kelahiran Pancasila 1 Juni 1945 dan Hari Konstitusi 18 Agustus 1945 sebagai hari libur nasional. “Kedua hari itu sama sama penting. Antara kelahiran dan konstitusionalisme Pancasila adalah satu kesatuan utuh.
Persoalanya, mampu nggak kita menjelaskan secara memuaskan?” katanya. Baca juga: Hari Lahir Pancasila, Bendera 1.000 Meter Terbentang di Candi Borobudur Siapapun yang berkuasa, kata Ma’ruf, Pancasila harus terus direkonstruksi sesuai dengan nafas dan kebebasan para pemikirnya yang paling terbaru, terutama melibatkan kaum marginal. “Mereka bukan penguasa Pancasila. Mereka bukan oposisi yang ingin menguasai Pancasila.
Mereka adalah perwujudan Amanah Penderitaan Rakyat (Ampera) yang masih tersembunyi,” kata pria yang akrab disapa Morbit ini.
Sumber: https://www.kompas.com/wiken/read/2022/06/05/095316781/hari-lahir-pancasila-1-juni-atau-18-agustus-ini-penjelasan-peneliti?page=all