Popper: Kontek Penemuan, Pembenaran, dan Falsifikasi
Dalam pandangan Popper, ada dua konteks di mana kita dapat menyelidiki sejarah sains dan cerita tentang bagaimana teori tertentu dapat dikembangkan dan diterima, yaitu konteks penemuan (discovery) dan kontek pembenaran (justification). Tulisan berikut akan mengupas dua hal tersebut, sekaligus memberi catatan kritis tentang kesulitan “Falsifikasi” Popper.
Seorang peneliti yang fokus seharusnya dapat menemukan perbedaan yang mencolok antara “induksi naif” dan falsifikasi, yaitu bahwa yang pertama menawarkan bagaiman cara menguji teori ilmiah, tetapi juga yang kedua berarti bahwa bagaimana para ilmuwan harus membangunya.
Kita harus ingat bahwa “logika induktif baru Bacon” memberitahu kita bagaimana memulai penyelidikan tentang beberapa rentang fenomena, dan produksi generalisasi dan hukum seharusnya menjadi hasil otomatis dari operasi mekanis metode tersebut.
Untuk waktu yang lama dalam sejarah sains, banyak yang percaya bahwa hukum seharusnya hanya diterima jika benar-benar berasal dari data eksperimen, dan Newton sendiri mengklaim bahwa dia tidak terlibat dalam spekulasi itu, tetapi hanya menyimpulkan bahwa hukum mekanikanya hasil dari pengamatan.
Namun, dalam sebagian besar kasus yang menarik ini tidaklah mungkin. Bahkan hukum Newton sekalipun tidak bisa begitu saja membaca data, dan klaim yang dia buat, pada masa sekarang tidak dianggap serius.
Salahsatu perdebatan abad ke duapuluh tentang metode ilmiah bahwa generasi teori ilmiah tidak, secara umum, merupakan prosedur mekanis, tetapi sebuah “aktivitas kreatif”. Jika hal ini benar, maka ketika kita berpikir tentang metodologi ilmiah, mungkin kita harus membuat perbedaan antara bagaimana metode teori didapat dan proses pengujian berikutnya.
Popper adalah salah satu filsuf sains pertama yang menekankan bahwa para ilmuwan dapat memanfaatkan berbagai sumber inspirasi, seperti keyakinan metafisik, mimpi, ajaran agama dan sebagainya, ketika mereka mencoba untuk merumuskan sebuah teori.
Dia berpikir bahwa tidak ada satupun yang tidak sah, karena dia menganggap bahwa asal-usul kausal hipotesis tidak relevan dengan statusnya dalam sains. Jenis spekulasi dan imajinasi yang diperlukan oleh para ilmuwan adalah sebuah praktek yang tidak dapat diformalkan atau direduksi menjadi seperangkat aturan.
Dengan cara ini menurut Popper, membuat ilmu lebih dekat ke seni. Meski di sisi lain, ilmu berbeda dari seni yang harus diuji oleh pengalaman dan ini harus menjadi wasit terakhir dari setiap sengketa ilmiah. Popper berpikir bahwa tugas Filsafat Ilmu adalah untuk melakukan analisis logis dari pengujian teori-teori ilmiah dengan observasi dan eksperimen daripada menjelaskan bagaimana teori dikembangkan:
Tindakan mendapatkan atau menemukan suatu teori nampakanya bukan analisa logis ataupun menjadi rentan terhadapnya. . . pertanyaan tentang bagaimana terjadinya ide baru terjadi. . . mungkin sangat menarik bagi psikologi empiris; tetapi tidak relevan dengan analisis logis pengetahuan ilmiah. (Popper 1934: 27)
Dalam pandangan Popper, ada dua konteks di mana kita dapat menyelidiki sejarah sains dan cerita tentang bagaimana teori tertentu dapat dikembangkan dan diterima, yaitu konteks penemuan dan pembenaran.
Jika kita mengasumsikan perbedaan antara produksi teori-teori ilmiah dan pengujian terhadapnya, maka kita tidak perlu direpotkan oleh masalah teori metode ilmiah Bacon yang dihadapi dengan ketidakmungkinan membebaskan diri kita dari semua praduga saat melakukan pengamatan, dan kebutuhan para ilmuwan untuk menggunakan teori latar belakang dalam membangun sesuatu yang baru.
Masalah Falsifikasi
Berkenaan Falsifikasi Popper, berikut, beberapa kritik utama dijelaskan secara singkat.
(1) Beberapa bagian sains yang sah tampaknya tidak dapat difalsifikasi
(a) Pernyataan probabilistik
Ilmu pengetahuan sering kali tampaknya mengeluarkan pernyataan tentang kemungkinan beberapa kejadian. Sebagai contoh, fisika modern mengatakan kepada kita bahwa setengah kehidupan uranium 235 adalah 710.000.000 tahun, yang berarti probabilitas satu atom uranium yang membusuk dalam jangka 710.000.000 tahun adalah satu setengah.
Namun, pernyataan semacam itu tidak dapat difalsifikasi karena eksperimen dapat menghasilkan hasil yang mustahil dan konsisten dengan pernyataan asli-hal-hal yang mustahil terjadi kadang-kadang terjadi. Setiap pernyataan tentang kemungkinan peristiwa tunggal tidak dapat difalsifikasi, jadi, misalnya, probabilitas bahwa lemparan koin tertentu akan mendarat adalah 1/2, tetapi kita tidak dapat memfalsifikasi hipotesis itu dengan melempar koin, karena fakta bahwa probabilitasnya adalah 1/2 konsisten akan mendarat atau akhirnya mendarat pada kesempatan itu.
b) Pernyataan Eksistensial
Meskipun Popper benar bahwa generalisasi universal dapat difalsifikasi hanya dengan satu contoh negasi, banyak pernyataan dalam sains bukan dari bentuk ini. Sebagai contoh, teori-teori ilmiah menegaskan keberadaan hal-hal seperti lubang hitam, atom, virus, DNA dan sebagainya. Pernyataan menegaskan, keberadaan sesuatu tidak dapat difalsifikasi oleh kegagalan seseorang dalam menemukannya.
(2) Falsifikasionisme sendiri tidak dapat di Falsifikasi
Popper mengakui hal ini, tetapi mengatakan bahwa teorinya sendiri tidak sebagaimana adanya, karena itu berupa teori filsafat atau teori logis metode ilmiah, dan bukan teori ilmiah, sehingga keberatan ini, meskipun sering dibuat, meleset dari sasaran.
Oleh, Muhammad Ma’ruf, Peneliti Pemikiran Barat dan Islam