Durkheim: Cause and Effect

Suatu hari seorang dosen sosiologi memberi tugas kepada saya, bagaimana Durkeim melihat hukum sebab-akibat. Tugas ini akibat dari pertanyaan saya kepada dosen tersebut, kenapa Durkeim dikategorikan seorang sosiolog yang melihat fenomena sosial sebagai things. Sosiolog yang melihat gejala sosial sebagai thing atau materi, akan fokus pada tuntutan jawaban explanasi akibat, yang menjadi varibel y (dependen), dia tidak akan bertanya faktor x (independen) sebagai sebab. Kemudian saya bertanya kembali, apakah seorang sosiolog Durkemian akan selamat dari tuntutan pertanyaan sebab, karena hanya akan menugaksan dirinya mencari penjelasan akibat.

Dengan kata lain, secara sederhana bisa dikatakan, tidak penting kenapa perang terjadi, sosiolog yang berpijak pada thing (fenomena sosial), akan fokus proses perang.

Durkheim adalah seorang sosiolog humanis yang sangat peduli dengan dampak buruk kapitalisme Eropa (on suicide), meski begitu, penting untuk mencari tendensi sosiologinya. Tulisan berikut berusaha mencari dimana pikiran Durkheim di pijakkan secara filosofis sehingga konsep sebab-akibatnya bisa dijelaskan.

Sebuah buku berjudul “Emile Durkheim, Sociologist and Philosopher”, karangan Dominic La Capara; terbitan  Aurora, Colorado 2001 pada bagian akhir menjelaskan rumah filsafat ilmu sosial Durkheim. Dominic mengatakan, terdapat hubungan yang korespon antara fondasi kebenaran dan pengetahuan umum dengan “order and solidarity’ dalam masyarakat dalam pikiran Durkheim. Pengalaman kolektif manusia menjadi Institusi normatif menyediakan bahan bagi Durkehim untuk mengatakan sesuatu yang esensial bagi eksistensi manusia.

Filsafat Durkheim
Dominic menulis;
“There is a comprehensive corresponden between the foundation of truth and knowledge in general and the prevalence of order and solidarity in society. Essential to human existence was the institution of normative and interpretive paradaigms that make sense of shared experience and simultaneous provided the bacground agains whoch to evaluate change”.(Dominic La Capara-dirkheim sociology (page 254).

Dominic melihat posisi sosiologi Durkheim terpengaruh pada Filsafaat Bergson, Decartes-Kant (258), juga Ernet casier- (philosophy of symbolic form)-“symbolic experience in word and action, the intimate link between an epistemologocally oriented sociology and philosophy was manifest”. (Page; 264)

Durkheim dimata Dominic adalah seorang Kantian karena mengenalkan istilah “totem” yang menjadi kategori membangun metafisika sosialnya. Kategori menjadi istilah penting bagi Kant untuk membangun pengetahuan apriori dan aposteriori. Disiplin sosiologinya Durkehim bisa dikatakan menjadi pecahan disiplin sains yang objeknya berasal dari pengalamana manusia.

Manusia bagi Durkeim adalah “homo duplex” sebangun dengan Decartes, oposisi binner jiwa dan raga, materi dan jiwa, dimana pengetahuan individu (representasi pengalaman individu) terokupasi dengan pengalaman komunal manusia (representasi sosial). Pengalaman sosial adalah produk hasil berbagi pengalaman antar manusia yang terekam dalam benak sosial.

He conceived this real of social fact “hyperspirituality” term In the extremetly dualistic, cartesianized ne-Kantian tendency of Durkheim thought, the human being is homo duplex-composite of body and an ideal or spiritual social self. the extrimelty dualistic assumtions of his socia metaphysic and epistemological corollaris subordinated a tensely and openly dialectical (or dialogic) conception of experience to rigid idea of disjungtive antinomies or binary oppositions. (page; 268)

Sehingga pengetahuan individu adalah hasil dari dominasi dan intervensi alamiah akumulasi pengalaman sosial. Apa yang dinamakan sosiologi adalah hasil pengalaman bersama manusia. Puncak pengalaman tersebut menjadi simbol pengalaman (symbolic experience in word and action), sebangun dengan Ernet casier. Karena pengetahuan akan menjadi sains sejauh yang menjadi pengalaman manusia, maka termasuk apa yang dinamakan agama adalah salah satu produk pengalaman bersama manusia. Sehingga agama dalam bingkai sosiologinya Durkheim menjadi bentuk aposteriori sebangun dengan Kant.

Tidak ada hubungan yang kuat antara individu dan Tuhan, karena tidak ada pengalaman individu yang bisa menjadi pengetahuan untuk memahami dan mengenal Tuhan, dialah pengetahuan apriori seperti matematika, dan hukum kausal. Tidak ada pengait antara Tuhan dan masyarakat, yang ada pengalaman yang bisa di sharing sesama manusia yang menjadi pengalaman simbolis. Olehkarena itu kelahiran moral masyarakat menjadi sebentuk kematian Tuhan. Dominic menulis;

The dead God but perlude to the birth of society morality without object and duty without an achor point, between God and Society one must choose, only society transfigured and conceived symbolically.

Pemahaman konsep manusia Durkheim (homo duplex), adalah hasil dari link pergeseran pemahanan alam ke wilayah budaya (sosial conciousnes)-nature to culture, mind-body consep- seperti monster frenkeinstein yang digerakkan charger listrik, menghasilkan buih kolektif yang misterus yang menghasilkan hiperspiritual cita-cita peradaban. (page; 268).

Selanjutnya visi global Durkheim bisa dilihat dari ambisinya untuk menyatukan ilmu alam, teknologi, struktur sosial kedalam struktur yang inklusif yang dapat memperluas anugerah solidaritas seluruh eksistensi. (page; 267)
Durkheim suggest integration natural science, technology, and socio structure into inclusive structure that extended the gift of all solidarity to all of existance. (page; 267)

Sebab Akibat Durkheim
Kembali pada pekerjaaan rumah saya, mencari teka teki jawaban konsep sebab-akibat Durkheim. Ternyata dapat ditemukan dalam pernyataan Dominic bahwa Durkheim membangun sosioginya dari metafisika sosial dan epistemologi empiris. Durkheim memandang fakta sosial adalah “hiperspiritualitas”, sebuah istilah ektrim dualistik Kartesian neo-Kantian, yang memandang manusia sebagai homo duplex yang terdiri dari badan dan cita-cita atau “diri” spiritual sosial.

Istilah “Totem” Durkheim bisa dipahami sebagai bentuk kategori, yang membangun fondasi sosiologinya bahwa apa yang dinamkan sosiologi adalah dominasi intervensi kolektif solidaritas pengalaman manusia. Dalam terminologi Kant, sosial sebagai faktor dominan “sebab” yang akan menyebabkan akibat. Sebuah event terjadi dalam dunia sosial akibat dari dominasi kekuatan sosial, dan varibel akibat menjadi pengalaman umum manusia.

Kant menganganggap “hukum” sebab akibat sendiri berasal dari pengalaman apriori, akan tetapi terjadinya event sebab akibat ada dalam pengalaman aposteriori manusia yang bersifat syntetic aposteriory bukan analytic apsoteriory. Kant menganggap sebuah kejadian A akan berakibat B, tetapi tetapi tidak setiap akibat B selalu disebabkan oleh kejadian A. Disebut Kant sebagai pengalaman umum manusia yang berasal dari induksi (general experience inductive) bukan hasil dari deduksi.

Sebuah sebab A, menjadi logical ground, identitas, awal reason dan di dapat dari keputusan perseptif. Sedang akibat B, menjadi real ground, awal dari keputusan pengalaman, dan bukan awal dari identitas.

Kant menawarkan tiga postulat pikiran empiris. Pertama possibility (pengalaman manusia) kedua actuality (bergerak dari materi), ketiga necessity (general condition). Sebab akibat terjadi sebagaimana gerakan satu bola bilyard yang menyebabkan gerakan banyak bola bilyard. Sebab akibat terjadi secara konstan karean adanya impuls.
Adopsi Durkheim dengan konsep sebab akibat Kant terjadi di wilayah bahwa kondisi tindakan sosial, peristiwa sosial disebabkan murni pengalaman manusia. Adapun dalam kontek sosial apakah Durkheim fokus pada akibat atau sebab perlu penyeilidikan lebih lanjut. Jika fokus pada sebab sebagai pengalaman yang berasal dari induksi parsial maka Durkheim pengikut setia Kant. Jika fokus pada akibat maka posisi Durkheim perlu dikaji lagi. Adapun apakah sebab akibat ilmu alam sama dengan ilmu sosial juga perlu kajian lagi. Karena hukum sebab dalam ilmu sosial tidak bisa serta merta relatif independen sebagaimana dalam ilmu alam seperti yang berlaku dalam hukum grafitasi.

Reference;
https://plato.stanford.ed
“Emile Durkheim, Sociologist and Philosopher”, Dominic La Capara; Aurora, Colorado.2001