Jordan 3 April, pukul 22 .oo. Udara terasa lebih dingin. Saya bersama peserta GMJ masih menunggu keberangkatan ke Indonesia berkesempatan melakukan pembicaraan santai dengan warga Indonesia yang tinggal di Amman Jordania di daerah Wakalat, Suhaifiyeh. Perbincangan cukup hangat ketika mulai menyerempet nasib TKW Indonesia yang berada di negara tetangga Zionis Israel ini. Seorang kawan terus bercerita, kami menyimak.
Saat ini, KBRI Jordania mengalami banyak masalah TKW, terdapat sekitar 300 TKW Indonesia yang bermasalah dan sampai saat ini masih tinggal di KBRI.
Seorang karyawan KBRI Jakarta mengatakan”Masalah TKW memang bukanlah perkara yang mudah untuk diselesaikan. Banyak pihak yang berkepentingan, dan muara masalahnya adalah seleksi perekrutan yang dilakukan pihak agensi dan kelemahan pemerintah RI dalam membuka lapangan pekerjaan.”
Pencari kerja seringkali diming-imingi mendapat penghasilan layak, tanpa memberikan pembekalan yang cukup pada TKW. Pihak agen TKI/TKW mendapatkan untung yang lumayan. Para majikan di Yordania membayar sekitar 4500 USD ke pihak agensi Yordania, kemudian agensi Yordania menyetor sekitar 3500 USD ke pihak agensi agensi Indonesia untuk mendatangkan satu TKW.
Permasalahan timbul ketika para majikan merasa telah membeli TKW dan majikan mempunyai sedikit pengetahuan dan mengabaikan hak dan kewajiban TKW, sehingga banyak TKW mengalami masalah. TKW sering mengalami gaji yang tidak dibayar, tidak mendapatkan hak TKW untuk pulang setiap dua tahun, kenaikan gaji pada tahun ketiga minimal 200 USD.
Jika TKW tidak mau pulang, TKW tetap mendapatkan hak kompensasi sekitar 800 USD. Disamping itu juga seringkali TKW mengalami penyiksaan fisik dan psikis. Rata-rata para pengguna tenaga kerja Indonesia di Yordania adalah menengah ke bawah, sehingga mereka tidak mempertimbangkan kemampuan membayar gaji TKW.
Secara makro Yordania bukanlah negara kaya, karena penghasilan negara banyak disubsidi oleh USA karena faktor politik untuk menjaga kepentingan Israel. 70 % penduduk Yordania saat ini kebanyakan pengungsi Palestina dari Tepi Barat. Tentu saja semakin banyak penduduk Palestina yang pindah ke Yordania akan semakin menguntungkan Israel karena sesuai dengan politik kolonialisme Israel, paralel dengan upaya Israel memindahkan seluruh penduduk Palestina di Tepi Barat untuk menjadi warga Yordania. Menurut sumber yang bisa dipercaya, Israel berani menyediakan 1 juta USD untuk satu warga Palestina di Tepi Barat yang ingin menjadi warga negara Yordania. Sebisa mungkin Israel ingin membuat warga Palestina di Tepi Barat tidak nyaman, dan menawarkan kenyamanan tinggal di Yordania.
Seperti yang kita ketahui, ekonomi Yordania banyak ditopang oleh Amerika, hal ini berimbas pada ekonomi warga Yordania yang notabene pengungsi Palestina. Warga Palestina yang telah menjadi warga Yordania mengalami kendala dalam mengekspresikan tuntutan hak pulang ke tanah airnya, (untuk apa kembali ke Tepi Barat jika di Yordania lebih nyaman).
Karena politik ketergantungan Yordania pada Amerika Serikat ini, mengakibatkan Jordania tidak menjadi negara independen dan juga tidak menjadi negara yang kaya. Kerugian tidak saja berimbas lemahnya tuntutan pada hak-hak warga palestina untuk pulang ke tanah airnya, juga berakibat pada ketidakmampuan warga Yordania yang mempunyai TKW untuk membayar gajinya.
Di samping masalah ekonomi, umumnya masyarakat Arab punya anggapan bahwa dengan membayar sejumlah uang untuk mendatangkan TKW dari Indonesia, menganggap sudah seperti “membeli budak” dan berhak memperlakukan apa saja, seperti menyiksa, memaksa bekerja tanpa batas waktu dan memperkosa
TKW sering tidur di mana saja, seperti di bawah tangga atau di dapur, diberi makan seadanya yang jauh dari kebutuhan layak. Dalam kasus tertentu, majikan merasa punya gengsi tersendiri mempunyai TKW, mereka seringkali patungan, 3 atau 4 keluarga memperkerjakan 1 TKW. Satu TKW harus mengerjakan pekerjaan rumah untuk 4 keluarga sekaligus sehingga tidak ada waktu untuk istirahat. Inilah sisa budaya arab yang tidak boleh dicontoh dan terpisah dengan ajaran agama Islam, disamping itu tentu saja masih ada budaya Arab yang lain yang positif.
Di sisi lain, TKW Indonesia seringkali tidak dibekali pengetahuan yang cukup mengenali budaya dan kebiasaan orang Arab, serta pengetahuan tentang hak dan kewajibannya. Berbeda dengan TKW yang berasal dari Filipina, untuk gaji saja standar TKW Filipina jauh lebih besar, untuk TKW Indonesia sekitar 150 USD, TKW Filipina minimal 400 USD. Menurut penuturan Wasil, Yordania menjadi tempat penampungan favorit bagi TKW di bawah standar.
Para TKW Filipina hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga, sedangkan TKW Indonesia juga seringkali harus mencuci mobil. Masalah pemahaman tentang hak dan kewajiban TKW ini merupakan masalah yang paling penting, di samping itu budaya “nrimo” dan tidak mau “ngeyel” dari kebanyakan TKW Indonesia membuat posisi TKW makin mudah diperalat dan melanggengkan budaya perbudakan.
Malam terus merangkak, kamipun tidur…….