MP-Geopolitik secara historis telah teraktual di bumi nusantara. Namun telah terekspresikan dengan baik pada masa modern dalam bingkai pemikiran Sukarno. Indonesia dengan demikian sebenarnya telah memiliki bekal membangun narasi geopolitiknya sendiri, tanpa bergantung pada peradaban manapun. Namun sayangnya, rasa “minder” para pemikir geopolitik Indonesia untuk membangun dasar pemikiran geopolitiknya sendiri selalu dihantui oleh fakta-fakta kekuatan “pengetahuan geopolitik superpower”, memaksa menjadi abdi dan penikmat kekuatan status quo.
Sejak abad 16, nusantara telah terkolonisasi secara fisik, rakyat nusantara telah beriinteraksi dengan bentuk bentuk geopolitik kolonisasi. “Gold, Glory, Gospel” adalah bentuk manifestasi geopolitik Eropa yang merembes dan tertanam kedalam kesadaran manusia nusantara. Manifestasi tersebut disebut Sukarno sebagai Amanah Penderitaan Rakyat (APR). Subtansi utama pembukaan UUD.
Sukarno sebagai pemikir geopolitik mereaksi situasi “geo-kolonisasi” menjadi daya tolak dan fundamen pemikiran geopolitiknya. Terutama penolakan kolonisasi Belanda yang pada akhirnya menginduk pada blok sekutu. Penolakan “politik geografi kolonial”, karenanya, menurut hemat Sukarno membutuhkan kounter narasi anti kolonial. Dibalik kolonialisme fisik diasumsikan didasari oleh bentuk-bentuk pengetahuan kolonial. Karenya tidak hanya pembebasan bersifat geografis, tetapi juga pembebasan pemikiran yang terkolonisasi.
Estafet aktifitas perlawanan politik Sukarno terhadap kolonial Belanda kemudian mengkristal pada momentum masa-masa berakhirnya pemerintahan militer Jepang pada 1945. Situasi kemerdekaan yang mendesak di proklamirkan membutuhkan dasar pemikiran negara, yang di godok bersama kawan-kawan pergerakan dari kelompok muslim.
Dinamisme pemikiran perlawanan dalam Islam versus perlawanan nasionalisme kiri pada masa itu berproses dalam ruang sidang (BPUPKI dan PPKI) kemudian secara aklamasi mengkristal menjadi Pancasila. Dengan demikian, Pancasila adalah gabungan pemikiran perlawanan dalam Islam dan nasionalis.
Ciri khasnya membentuk karakter Pancasila bahwa Islam memang tidak identik dengan Pancasila, tapi juga tidak berlawanan, disatukan oleh basis pemikiran perlawanan terhadap ketidakadilan, dus anti kolonialisme-imperialisme. Karena sifat utamanaya melawan ketidakadilan, maka Pancasila secara teoritis mengandung konsep melawan, dan sifat praktisnya, mengandung ideologi Perlawanan.
Ketokohan Sukarno
Secara historis, keberadaaan dan peran keberanian Sukarno dalam membangun pemikiran Pancasila tidak bisa tergantikan. Dialah orang yang pertama kali berinisiatif bekerjasama dengan Jepang, memiliki keterlibatan sentral dalam sidang BPUPKI dan PPKI. Sejak pidato 1 juni 1945, piagam Jakarta 22 juni 1945 dan peresmian 18 Agustus 1945, pandangan Sukarno tentang dasar negara mewarnai seluruh gagasan tentang Pancasila. Hampir seluruh rujukan penjelasan lima sila pada generasi berikutnya merujuk kepada Sukarno. Olehkarena itu pengertian Pancasila menurut Sukarno memiliki landasan dan fakta historis yang kuat.
Definisi Pancasila secara harfiah menurut Sukarno adalah “lima prinsip dasar”, terdiri Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme dan perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan Sosial, Ketuhanan Yang berkebudayaan.[1] Kelima prinsip itu disebut Panca Sila[2]. Sila artinya asas atau dasar, diatas kelima dasar itu negara Indonesia didirikan kekal dan abadi. Negara Indonesia harus diletakkan dalam “meja statis” yang dapat mempersatukan seluruh elemen bangsa dan “leitstar” dinamis kearah mana bangsa digerakan[3].
Dua Prinsip Geopolitik Pancasila
- Jiwa Bangsa Indonesia
Secara geopolitik, Pancasila diasumsikan sebagai jiwa bangsa Indonesia. Karena menjadi jiwa, pembuktiannya cukup dengan anasir-anasir positif yang cair, tidak perlu saintifik dan ketat, seperti sudah bertuhan, sudah bergotong royong, sudah menyukai persatuan, sudah bermusyawarah, sudah melawan terhadap bentuk bentuk ketidakadilan. Anasir cair itulah nama lain dari “weltanschauung”.
Dengan demikian konten “Geopolitik Pancasila” adalah lima weltanschauung atau worldview. Pancasila, sebuah kerangka dasar (philosopische grondslag), atau pandangan dunia (weltanschauung). Sukarno berkata;
Philosopische grondslag adalah fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia merdeka yang kekal dan abadi. Merdeka buat saya adalah poitical independen, politieke anafhankelijkheid.[4]
- Alat Persatuan dan Melawan Imperialisme
Prinsip geopolitik Pancasila kedua bagi sukarno adalah alat untuk mempersatukan bangsa dan negara Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Tidak hanya itu, Pancasila juga sebagai alat untuk melenyapkan imperialisme. Sifat mempersatuan dan melawan tersebut menjadi prinsip konten geopolitik Pancasila.
Tetapi Pancasila adalah satu weltanschauung, satu dasar falsafah, Pancasila adalah alat mempersatu, yang saya yakin seyakin yakinya Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauki hanyalah dapat bersatupadu di atas dasar Pancasila itu. Dan bukan saja alat mempersatu untuk diatasnya kita letakkan Negara Republik Indonesia, tetapi juga pada hakekatnya satu alat mempersatukan dalam perjuangan kita melenyapkan segala penyakit yang kita lawan berpuluh-puluh tahun yaitu penyakit terutama sekali, imperialisme.
Geopolitik Pancasila disamping mengandung muatan kognisi perlawanan, juga menjadi metode praktis berjuang yang khas dimiliki bangsa Indonesia.
Perjuangan suatu bangsa, perjuangan melawan imperialisme, perjuangan mencapai kemerdekaan, perjuangan sesuatu bangsa yang membawa corak sendiri-sendiri. Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjuang sendiri, mempunya karakter sendiri. Olehkarena pada hakekatnya, bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian sendiri. Kepribadian yang terwujud dalam pelbagai hal, dalam kebudayaanya, dalam perekonomianya, dalam wataknya dan lain lain sebagainya. (Soekarno, 1958).
Ref;
[1]Lima asas ini merujuk pada pidato Sukarno 1 juni 1945 dihadapan sidang Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI), atau Dokuritu Zyunbi tyoosakai yang bersidang dari sejak 29 mei -1 juni 1945.
atas permintaan ketua sidang Radiman Widiodiriningrat untuk menjelaskan dasar negara Indonesia yang akan didirikan. Badan ini di bentuk menyusul pernyataan Pendara Menteri Jepang, Kuniaki Koiso, 7 sepetember 1944 yang mengucapkan janji historis Indonesia pasti diberi kemerdekaan “pada masa depan’.
[2] Nama Panca Sila diakui Sukarno di dapat dari petunjuk seorang ahli bahasa. Nama Pancasila awalnya Panca Dharma, tetapi menurut Sukarno tidak tepat, karena Dharma berarti kewajiban. Dalam buku serial biografi tokoh Indonesia cetakan Tempo, ahli bahasa yang dimaksud adalah Muh Yamin. Dia memiliki keahlian secara khusus tentang bahasa sangsekerta.
[3] Meja statis dan leitstar dinamis adalah istilah yang dibuat oleh Sukarno untuk menjelaskan aspek statis dan dinamis dari sifat lima dasar Pancasila. Meja statis artinya segenap elemen bangsa dipersatukan oleh lima dasar Pancasila hingga negara Indonesia kekal dan abadi. Leitstar, dari bahasa jerman artinya bintang. Untuk menjelaskan bahwa lima dasar Pancasila seperti bintang diangkasa yang akan mengarahkan perjalanan bangsa mengalami dinamika perubahan dan tantangan.
[4] Pidato Presiden Soekarno Tanggal 1 juni 1945