Nestapa Liga Arab, Nestapa Palestina

Andaikan salah satu kesepakatan terakhir KTT Liga Arab ke 24 di Doha, Qatar, Selasa (26/3) mengesahkan anggotanya untuk membantu persenjataan kepada pejuang Palestina sejak Liga Arab resmi didirikan pada 22 Maret 1945, mungkin Palestina sudah merdeka sejak dulu kala, dan orang Yahudi,  Muslim dan Kristen  bisa bikin negara bareng lewat referendum yang demokratis”

Sejarah mengatakan untuk melawan Kesultanan Usmaniyah  pada abad ke 19, Inggris sebagai musuh pada Perang Dunia Pertama memprovokasi negara-negara Arab dengan semangat Pan Arabisme untuk membentuk gerakan Liga Arab. Kemudian tahun 1943, Mesir sebagai pemrakarsa pertama kali mendorong berdirinya Liga Arab.  Liga Negara-Negara Arab (bahasa Arab: جامعةالدولالعربيةJāmiʻat ad-Duwal al-ʻArabiyya) atau Liga Arab (bahasa Arab: الجامعةالعربيةal-Jāmiʻa al-ʻArabiyya), adalah sebuah organisasi yang terdiri dari negara-negara Arab dan bermakas di Kairo. Organisasi ini secara resmi didirikan pada 22 Maret 1945 oleh tujuh negara, Mesir, Irak, Yordania, Lebanon, Arab Saudi, Suriah, Yaman.

Organisasi ini awalnya mempunyai nilai ideal, menyatakan tujuanya dalam Piagam bahwa Liga Arab bertugas mengkoordinasikan kegiatan ekonomi, termasuk hubungan niaga; komunikasi; kegiatan kebudayaan; kewarganegaraan, paspor, dan visa; kegiatan sosial; dan kegiatan kesehatan. Salah satu poin penting adalah Piagam Liga Arab melarang para anggota untuk menggunakan kekerasan terhadap satu sama lain. Tujuan mulia  Liga Arab ini untuk mempererat persahabatan Bangsa Arab, memerdekakan negara di kawasan Arab yang masih terjajah, mencegah berdirinya negara Yahudi di daerah Palestina dan membentuk kerjasama dalam bidang politik, militer, dan ekonomi.

Seiring berjalanya dinamika sejarah terutama negara pendiri Liga Arab dengan plus minusnya, hanya ada dua piagam yang sulit dan gagal diwujudkan, memerdekaan Palestina sekaligus mencegah berdirinya negara Yahudi di daerah Palestina dan melarang para anggota untuk menggunakan kekerasan terhadap satu sama lain. Fakta menunjukkan hingga saat ini, 2013, Israel sukses menguasai 90% dari seluruh tanah Palestina. Kesuksesan Israel ini karena jasa Inggris pada awalnya, membantu berdirinya Israel Raya (negara rasis khusus Yahudi) dan mengeliminir bantuan tujuh pendiri Liga Arab untuk mendukung kemerdekaan Palestina.

Sebagai pelopor dan tersukses terbesar negara penjajah diseluruh dunia, Inggris dengan kelicikanya menyerahkan urusan Israel dan aset-aset minyak kepada Amerika Serikat. Dalam urusan jajah menjajah Amerika pernah di jajah Inggris cukup lama.  Akan tetapi bagi Amerika dan Inggris, keduanya sama-samanya mengganggap Israel sebagai benteng pertahanan imperialisme di Timur Tengah.  Amerika Serikat sukses meciptakan negara boneka minus demokrasi di Mesir (Hosni Mubarak),  Yordania (Raja Abdullah), Arab Saudi (Abdullah bin Abdul Aziz) dan  Yaman ( Ali Abdullah Saleh). Sedangkan Irak ditaklukan dengan invasi, Lebanon sulit ditaklukan dengan invasi karena ada Hizbullah, dan terakhir Suriah ditaklukan dengan kekerasaan lewat Liga Arab.

Jadi tidak aneh lagi jika Liga Arab, pada pertemuan terakhir KTT Liga Arab ke 24 di Doha, Qatar, mengesahkan anggotanya untuk membantu persenjataan sebanyak 3500 ton kepada pemberontak Suriah.  Liga Arab  dipakai oleh negara pendirinya terutama (Mesir, Yordania, Arab Saudi, Yaman (boneka Amerika), untuk mengganti paksa pemerintahan  Assad (Suriah), yang juga pendiri Liga Arab. Dengan kata lain, Amerika Serikat menggunakan Liga Arab untuk menghabisi sesama anggotanya, sama-sama etnis Arab, sama mazhab Sunni, sama-sama beragam Islam, dan tak kalah mengerikan sama-sama pendukung kemerdekaan Palestina dengan level masing-masing. Tanpa melebih-lebihkan ukuran membantu Palestina, Assad yang katanya kejam sampai detik ini tidak membuka kantor perwakilan negara Israel, mempersilahkan para aktifis HAMAS untuk membuka kantor di Damaskus, penampung pengungsi Palestina terbesar di dunia,   juga satu-satunya negara Liga Arab yang membantu persenjatan HAMAS semampunya melawan militer canggih Israel.  Tepuk tangan para Jendral Israel dan miris bagi manusia pro Palestina adalah pembantaian para pengungsi Palestina di Suriah oleh pemberontak. Tentu saja para korban adalah mereka sama-sama shalat lima waktu, menyembah Tuhan yang sama, sama-sama di tindas Amerika Serikat dan Israel.

Jika saja para pemberontak Suriah ini sedikit saja menggunakan akal, pasti tidak mudah ditipu. Tapi karena asik larut dalam kebencian propaganda kekejaam Assad made in USA dibumbui penghayatan emosi fatwa jihad minus akal sehat yang meledak-ledak, akhirnya lupa siapa lawan siapa kawan. Ukuranya mudah saja,  jika kebencian kepada Assad melebihi kebencianya pada Netanyahu maka sudah pasti  sesama muslim gambang digerakkan untuk saling bunuh, bahkan kondisi terkini makin parah dengan bantuan makin vulgar dari AS dan Liga Arab, dan ke depan kalau sudah disumbang berton-ton senjata masih gagal, tinggal menunggu pasukan neraka dari Israel turun tangan menginvasi Suriah bergandengan dengan Arab Saudi, Qatar dan Turki. Sudah pasti, tentunya Amerika tidak mau nekat dengan NATO mengintervensi Suriah karena modalnya makin cekak (tipis).

Bagi jendral-jendral tua Amerika Serikat, negara imperium terbesar di jagat ini, menumpahkan darah sudah biasa. Mereka sudah berpengalaman menjadi penjahat, hati mereka sudah biasa gelap,  mereka sukses dengan bom atom membunuh sebanyak 140.000 orang di Hiroshima dan 80.000 di Nagasaki pada akhir tahun 1945 dengan alasan untuk menghentikan perang dunia II, sukses membunuh 2 juta orang Irak dengan alasan Saddam menyimpan senjata pemusnah masal, sukses membasmi 1 juta orang Afganistan dengan dalih mencari Ossama dan masih banyak darah manusia tertumpah sia-sia di muka bumi oleh Amerika. Terakhir darah tertumpah sebanyak 70.000 warga suriah, tentara Assad dan  pemberontak, pertanyaan darah tertumpah untuk siapa? Dipersembahkan untuk kemuliaan Israel atau Islam?.

Paparan ini mungkin tidak sepenuhnya benar, dan sepenuhnya salah, tapi layak direnungkan. Suriah bukan peperangan rebutan kapling minyak, setidaknya bukan motif perang ala imperialis,  tapi masalah hidup mati masa depan eksistensi Israel berikut paham zionisnya. Inilah kepentingan Amerika untuk mengatur pergantian rezim Suriah nantinya agar pro Israel, setidaknya  bisa ditipu dengan model-model perdamaian ala Tel Aviv.

Bagaimana dengan kaum jihadis di Suriah? Benarkah perang Suriah adalah ladang amal, sesuatu yang bersifat ideal, dan apakah diridhi oleh Allah, benarkah perang ini sesuatu yang suci?, Bagaimana nantinya jika yang berkuasa pasca Assad  pro zionis? Ini membutuhkan pembahasan tersendiri. Tapi sesuatu yang di depan mata dan pasti adalah, senjatanya dari pemerintahan negara negara muslim, darahnya sama-sama muslim, sedangkan Amerika hanya dengan modal kelicikan saja, tidak lebih tidak kurang.

Bagaimana dengan tujuan mulia  Liga Arab untuk mempererat persahabatan Bangsa Arab, melarang para anggota untuk menggunakan kekerasan terhadap satu sama lain, memerdekakan negara di kawasan Arab yang masih terjajah, Palestina?

Pertanyaan ini pantas di ajukan kepada para pemimpin anggota  pendiri Liga Arab sekaligus anggota  boneka Amerika? Andaikan salah satu kesepakatan terakhir KTT Liga Arab ke 24 di Doha, Qatar, Selasa kemaren mengesahkan anggotanya untuk membantu persenjataan kepada pejuang Palestina sejak Liga Arab resmi didirikan pada 22 Maret 1945, mungkin Palestina sudah merdeka sejak dulu kala, dan orang Yahudi,  muslim dan Kristen  bisa bikin negara bareng lewat referendum yang demokratis. (IRIB Indonesia)

28 Maret 2013 pukul 14:19

Oleh: Muhammad Ma’ruf