Penggunaan Intelek dalam Teks Islam (1)

Penggunaan Intelek dalam Teks Islam (1)

Tulisan berikut akan mengupas tentang penggunakan istilah dan beberapa pengertian akal/intelek yang dapat di temukan dalam tek Islam.

Pada bagian pertama, kita akan mengenal pengertian intelek. Beberapa pengertian dikenal sebelum kedatangan Islam, sementara yang lain memiliki pengertian (istilah) khusus yang berlaku di antara kelompok-kelompok tertentu di Semenanjung Arab atau di tempat lain di era pra-Islam. Namun istilah-istilah ini secara bertahap menemukan jalanya menuju dunia Islam. Beberapa istilah diciptakan oleh ilmu-ilmu tertentu dalam masyarakat Islam sedangkan yang lain, awalnya muncul di dunia modern tetapi ditransmisikan ke masyarakat Muslim.

Setelah kita mengenal berbagai pengertian  tentang  istilah intelek, kemudian mengetahui bagaimana Islam mendekati konsep ini dengan merujuk pada Al-Qur’an dan hadis. Apakah tek Islam memiliki sikap positif atau negatif terhadap konsep-konsep ini?

Referensi kita terhadap teks-teks Islam tidak terbatas hanya pada pemahaman istilah-istilah yang terkait dengan konsep-konsep ini. Pertama, beberapa makna pengertian pemikiran tersebut tersedia namun teks Islam tidak selalu dinyatakan dengan istilah yang relevan. Dalam beberapa tempat, diekspresikan dengan sinonim atau disajikan secara kiasan. Kedua, sebagian besar istilah muncul pada periode kemudian. Istilah–istilah tersebut tidak mutakhir atau setidaknya tidak ada kata khusus pada  masa awal Islam. Kita tidak dapat secara pasti menentukan sudut pandang Islam sehubungan dengan serangkaian istilah ini melalui pencarian istilah-istilah yang relevan dalam teks-teks Islam. Sebagai gantinya, kita dapat menentukan pandangan Islam melalui sikap langsung atau tidak langsung mengenai isi dari terminologi ini.

a) Intelek sebagai fakultas manusia dan subtansi yang independen

1) Intelek kebanyakan digunakan sebagai fakultas kognitif manusia. Istilah ini dan turunannya digunakan dalam sumber-sumber Islam termasuk Al-Qur’an Suci. Selain itu, teks-teks agama juga menggunakan terminologi lain seperti ‘du al-Nuha’, ‘ululalbab’ dan ‘du hijr’ dalam arti yang sama.

Al-Qur’an menggunakan istilah intelek dan turunannya dalam tiga puluh bab dan 49 tempat, sebagian besar dalam pengertian yang disebutkan. Dengan kata lain intelek adalah fakultas tempat kita memperoleh pengetahuan. Al-Qur’an memiliki pendekatan positif terhadap intelek dan menyerukan kepada manusia untuk memanfaatkannya. Beberapa ayat Al-Quran menyebut penggunaan intelek sebagai tujuan hidup manusia.

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوٓا۟ أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا۟ شُيُوخًا وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّىٰ مِن قَبْلُ وَلِتَبْلُغُوٓا۟ أَجَلًا مُّسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya)”.(Al-Ghafir; 67)

Lub dan Nuha juga berarti kemampuan kognitif. Digunakan 16 kali dalam Alquran. Ada istilah lain (seperti fikr) yang tidak secara harfiah berarti ‘fakultas kognitif’ tetapi menyiratkan keberadaan fakultas manusia dan istilah ‘ilm’ digunakan 85 kali dalam Alquran dan menyiratkan pemahaman. Penggunaan seperti itu lebih sering terjadi dalam hadis daripada di Al-Qur’an Suci.

2) Intelek sebagai kemampuan praktis preemptive yang mencegah manusia dari menyerah pada keinginan angan-angan atau mengatur angan-angan

Meskipun beberapa ayat Al-Quran menggunakan intelek sebagai fakultas kognitif belaka yang tidak ada hubungannya dengan praktik, ayat Al-Quran lainnya menggunakannya secara umum (termasuk aspek praktis juga). Misalnya Al-Qur’an menyebut mereka yang tidak melakukan perbuatan baik dikarenakan tidak menggunakan fakultas ini. Dalam kasus seperti itu, intelek berarti sesuatu yang mencakup kemampuan kognitif dan praktis. Al-Qur’an mengatakan:

أَتَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ ٱلْكِتَٰبَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (Al-Baqoroh, ayat 44)

Beberapa tradisi juga menggunakan intelek dalam pengertian kemampuan praktis atau dalam pengertian yang mencakup kemampuan praktis dan teoritis. Contoh penggunaan seperti itu adalah hadis: العقل ما عبد به الرحمن و اكتسب به الجنان, akal/intelek adalah fakultas di mana kita menyembah Allah yang dermawan dan jalan kita memasuki surga. Di sini intelek digunakan dalam arti yang lebih umum daripada kemampuan praktis. Al-Qurʾān menggunakan ‘kebodohan’ sebagai kebalikan dari akal praktis. Al-Qur’an berkata

وَمَنْ يَّرْغَبُ عَنْ مِّلَّةِ إِبْرَاهِيْمَ إِلَّا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهٗۗ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنٰهُ فِى الدُّنْيَاۚ وَإِنَّهٗ فِى الْاٰخِرَةِ لَمِنَ الصّٰلِحِيْنَ

“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh”.(Al-Baqoroh, 130)

Dan siapa yang meninggalkan agama Ibrahim tetapi dia yang membuat dirinya bodoh …

Meskipun akal dan kebodohan tidak secara teknis digunakan untuk menunjukkan akal praktis, namun menyiratkan akal praktis dan menunjukkan sikap Al-Qur’an dalam hal ini. Ada banyak ayat dan hadis lain yang menunjuk langsung atau tidak langsung fakultas yang mencegah manusia dari menyerah pada keinginan angan-angan dan memotivasi untuk bergerak menuju hal-hal yang dipahami oleh fakultas rasional manusia. Kesalehan dan jiwa yang menuduh diri sendiri adalah beberapa konsep yang menyiratkan makna seperti itu. Teks-teks Islam sangat penting bagi fakultas ini terlepas dari apakah itu disebut akal atau tidak.

3) Intelek sebagai wujud yang independen, bukan sebagai fakultas manusia

Berdasarkan terminologi ini, akal/ intelek adalah wujud yang independen yang tidak menggambarkan hal lain. Sebuah wujud immaterial bebas dari batasan waktu dan tempat yang tidak mengalami perubahan temporal. Intelek dalam pengertian ini memiliki identitas metafisik dan supranatural yang menempati tempat tinggi dalam matai rantai sebab wujud natural. Al-Qur’an tidak menggunakan intelek dalam pengertian ini, tetapi ada beberapa ayat yang berbicara tentang wujud dengan kualitas seperti itu. Al-Qur’an mengatakan:

وَإِن مِّن شَىْءٍ إِلَّا عِندَنَا خَزَآئِنُهُۥ وَمَا نُنَزِّلُهُۥٓ إِلَّا بِقَدَرٍ مَّعْلُومٍ

“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu”.(Al Hijr, ayat 21)

Dalam hadis juga menggunakan intelek dalam arti yang disebutkan sebelumnya. Misalnya hadis menyebutkan: اول ما خلق الله العقل ، , hal pertama yang Allah ciptakan adalah intelek. Menurut hadis nabi ini, intelek adalah makhluk independen yang tidak menggambarkan hal lain. Karena ia adalah makhluk pertama, ia tidak dapat berfungsi sebagai kualitas yang bergantung pada keberadaannya pada sesuatu yang lain yang harus ada sebelum atau bersama dengannya. Jika tidak demikian, maka intelek tidak akan menjadi makhluk pertama.

Hadis lain menyatakan:

لما خلق الله العقل ، قال له اقبل فاقبل ثم قال له ادبر فادبر ، ثم قال و عزتي و جلالي ، ماخلق لا ب

اكملتك الا فيمن احبّ) کلينی ، 1429 ، 23.)

“Setelah Allah menciptakan intelek, Ia menyapanya, berkata: maju! Dan majulah. Allah  kemudian menyuruhnya untuk kembali dan kembali. Allah kemudian berfirman: Demi kehormatan dan kemuliaanku, kami belum menciptakan apa pun yang kami cintai lebih dari kamu dan kami tidak menyempurnakan kamu kecuali pada mereka yang saya cintai.”

Hadis ini berbicara tentang intelek sebagai makhluk mandiri yang disapa oleh Allah dan yang paling dicintai Allah. Selain itu, menyinggung hubungan antara intelek dalam pengertian ini dan intelek sebagai kapasitas manusia. Ini menunjukkan juga bahwa Allah telah menganugerahkan intelek kepada manusia dan sebagian telah menyempurnakannya.

Terdapat adis lain yang lebih lanjut menjelaskan intelek dalam pengertian ini dan menjelaskan hubungannya dengan makhluk lain. Imam Ali mengutip Nabi Suci SAW yang bersabda:

ان النبي صلي الله عليه وآله و سلم سئل مما خلق الله عز وجل العقل؟ قال: خلقه ملك له رءوس بعدد الخ آ لَئق من خلق و

من يخلق إلي يوم القيمة و لكل رأس وجه و لكل ءادمي رأس من رءوس العقل و اسم ذلك الإنسان علي ولسل

مكتوب و علي كلّ وجه ستر ملقي لا يكشف ذلك الستر من ذلك الوجه ، حتي يولد هذا المولود و يبلغ حد الرجوود

النسغ ك فإذا بلغ كشف ذلك الستر فيقع في قلب هذا الإنسان نور ، فيفهم الفريضه والسنه والجيد و الله

القلب كمثل السراج في وسط البيت. ) ابن بابويه ، 1385 ، 98.)

Hadis ini memperkenalkan intelek sebagai makhluk yang mirip dengan malaikat. Semua makhluk memiliki tautan tersembunyi dengannya. Hanya manusia dewasa yang secara tegas dapat memanfaatkannya. Hadis ini serupa isinya dengan ayat tentang pelayanan Tuhan sebagai sumber dari segala sesuatu.