Oposisi dan Teroris Suriah dalam Bingkai Bias Media

Dinamika konflik Suriah menjadi perhatian media massa Tanah Air, termasuk Kompas. Pada Senin, 8 Agustus 2016, di halaman delapan, lebih dari separuh halaman memuat judul dua tulisan tentang Aleppo.

Bagian atas muncul tulisan berjudul “Bantuan Tiba di Aleppo”. Sedangkan di bagian bawah persis terpampang “Perang Agung Alleppo yang Membebaskan Kota Bagian Timur”. Tulisan pertama berformat berita, kedua cenderung berformat justifikasi pembenaran terorisme. Tulisan ini berupaya menelisik dua berita tersebut.

Tulisan pertama, dengan lead “KAIRO, KOMPAS-Konvoi bantuan kemanusiaan untuk pertama kali hari minggu (7/8) berhasil memasuki wilayah Aleppo timur dari arah Aleppo selatan melalui Distrik Remousheh. Bantuan tersebut sampai setelah pasukan oposisi Sabtu lalu mengklaim berhasil mengontrol wilayah Aleppo selatan dan barat daya”.

Apa intinya? Kompas cetak mengabarkan kepada pembaca di Indonesia melalui wartawan Kompas yang memantau dari Mesir. Di sini, Mustofa Abd Rahman, jurnalis kompas tidak melihat langsung bantuan kemanusiaan memasuki Aleppo timur dan juga tidak melihat langsung keberhasilan teroris membuka blokade tentara Suriah mengepung gerombolan teroris. Sedang versi sebaliknya Angkatan Bersenjata Resmi Suriah yang menolak klaim teroris tidak dimuat. Ini soal kredibilitas Kompas yang sudah mampu membiaya Kompas TV tapi tidak mampu membayar satu wartawan pun untuk meliput berita di Suriah.

Tampaknya, Lead berita ini ingin menyampaikan kabar gembira, berkat keberhasilan teroris membuka blokade angkatan bersenjata Suriah, bantuan kemanusiaan bisa masuk. Pembaca kompas yang kritis akan bertanya dan tentu tidak mudah terkecoh penggunaan rangkaian kalimat “bantuan kemanusiaan dan pasukan oposisi” maksud Kompas teroris”. Sebuah upaya mencari simpati untuk mendukung teroris . Pelanggan Kompas musti cermat, jangan sampai otak kita dirusak dengan kata “pasukan oposisi”. Oposisi biasanya dipakai untuk menulis kontra pemerintah dalam kontek proses demokrasi yang natural, dalam kontek tulisan ini dipersembahkan untuk membungkus kegiatan teroris. Di sini, Kompas sedang menggiring pembaca menggunakan kata “pasukan oposisi” untuk memperhalus kelompok teroris yang beroperasi di Suriah.

Paragraf ketiga tulisan pertama dikatakan, “Kubu oposisi bersenjata yang terlibat langsung dalam pembebasan Aleppo timur terdiri atas dua koalisi besar, koalisi Fath al-Haleb yang berhaluan moderat dan koalisi Jeish Al-Fath yang berhaluan lebih radikal”. Kompas lagi-lagi rebranding bahwa teroris ada yang berhaluan “moderat” dan ada yang “lebih radikal”. Kata-kata “moderat”, “lebih radikal” sama maknanya dengan “pasukan oposisi”, ketiganya hasil olah teori iklan. Tujuanya untuk menghilangkan memori kekejaman teroris; potong kepala, dibakar, kubur hidup-hidup, yang sebenarnya hasil olah paket kemasan yang bersumber dari pabrik yang sama-media meinstream.

Lewat media, Kompas ikut memberitakan tentang jumlah teroris sebanyak 10.000 dibanding kubu pemerintah sah Suriah sebanyak 5.000 personil. Bagi pendukung pasukan teroris, anda jangan senang karena jantung dan moral anda sedang dipompa untuk makin bersemangat menumpahkan darah sia-sia karena anda sedang dijebak dengan jumlah yang tidak sedramatis 10.000 karena jumlah aslinya tidak sebesar itu.

Selanjutnya moto “Perang Agung Aleppo”, ini juga paket iklan ala Hollywood seolah perang ini punya legitimasi moral. Jangan mudah terlalu heroik, karena semboyan ini jadi bulan-bulanan media seperti Kompas. Jangan dibayangkan oposisi Suriah benar-benar seperti pahlawan Salahudin Ayyubi, dan lainnya, karena yang senyatanya oposisi sedang di adu.

Selanjutnya tulisan bagian bawah paragraf ketiga, tulis Kompas “koalisi Fath al-Haleb koalisi moderat dibantu AS, Arab Saudi dan Turki”. Kata moderat digunakan untuk menghaluskan bahwa AS, Arab Saudi dan Turki yang setingkat negara boleh mendukung teroris secara terang-terangan asal “moderat”. Sedang koalisi kedua yang lebih radikal terdiri dari gerakan Fath Shamiyah yang sebelumnya bernama Front Al-Nusro. Kompas menggunakan kata “lebih radikal” untuk menyebut teroris yang sebelumnya menjadi daftar teroris AS sendiri yang sekarang tidak masuk daftar karena namanya sudah diganti dan diberi aliran “lebih radikal”. Pesanya adalah layak dapat bantuan kubu AS dan lainnya, asal jadi teroris beraliran “lebih radikal”.

Hal terakhir perlu dicermati, Kompas selalu menampilkan foto berita dari sudut pandang teroris, seolah foto tersebut mempunyai nilai berita dan moral seperti aksi heroik pejuang RI melawan penjajah. Sekali lagi anda jangan terkecoh dan heran membaca dua tulisan Kompas diatas, karena sejak Suriah bergolak, Kompas acapkali mendukung penggulingan pemerintahan sah Suriah hingga sekarang dengan menyamarkan dukunganya terhadap teroris dengan politik iklan bernama rebranding (barang dagangan sama, kemasan berbeda). Dari sini, Kompas terlihat tidak tertarik untuk mendukung nilai betapa berharganya kedaulatan sebuah bangsa, seperti teriakan Sukarno.

Lalu bagaimana dengan opini, artikel, berita yang bertebaran di Kompas tentang proyek “deradikalisasi”. Bagaimana mungkin Kompas yang mendukung teroris di Suriah kemudian kita disuruh beranggapan Kompas tulus menyebarkan proyek “deradikalisasi”?. Ini belum dihitung pentingnya arti sebuah kedaulatan setiap bangsa baik Republik Indonesia maupun Suriah.

*Oleh. M. Ma’ruf, Pemerhati Timur Tengah, tinggal di Jakarta.
dimuat di parstoday.com, 8/8/2016