Membaca Sekulerisme Dengan Agama

Poin tulisan berikut mencoba membahas tentang wacana signifikansi “sekulerisme”.Ada yang berpendapat memahami sekulerisme yang kita kenal di era kontemporer artinya satu nafas dengan upaya sistematis pereduksian agama, individu, dan masyarakat. Namun, sekulerisme juga bisa menjadi alat untuk memilah apa yang semestinya profan dan sakral, tanpa kehilangan spirit sakralitas.  

Tulisan ini merupakan peta sederhana dan padat tentang seluk beluk sekulerisme dari posisi pendapat pertama.

“Mendefinisikan” sebuah konsep berbeda dari “menentukan/mendeterminasi” konsepnya, dalam arti bahwa yang pertama berkaitan dengan generalisasi tetapi kemudian yang kedua menekankan spesifikasi. Sistem pengetahuan membutuhkan diskusi definisi  dan determinasi sekularisasi. Sekularisasi adalah fenomena yang “lebih rendah” dan memiliki konsekuensi, yakni definisinya mengikuti kerangka definisi agama. Fenomena ini, oleh karena itu, dapat diwujudkan dalam tiga level; “agama”, “individu agama” dan “masyarakat agama”.

Sekularisasi dalam kontek agama harus didefinisikan sebagai “segala batasan atau distorsi dan menghadirkan sebagai alternatif-alternatif non-religius”. Di tingkat individu dan masyarakat, harus didefinisikan sebagai “setiap upaya untuk mengurangi posisi dan pentingnya agama dalam pikiran individu dan dalam masyarakat”.

“Diferensiasi” adalah esensi dari masing-masing agama dan keberadaan keragaman agama membuktikan fakta ini. Dengan kata lain, agama berbeda sehubungan dengan “tujuan”, “kontek”, “subyek” dan “prosedur”. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semua agama mengalami sekularisasi, tetapi “definisi”, “pengalaman” dan “teori” nya berbeda karena faktor agama yang berbeda beda.

Tidak bisa dihindari oleh perubahan waktu, hubungan manusia dengan agama dapat berubah dengan dua cara: seseorang dapat mengubah “agamanya” atau dia mungkin mengubah “cara dia mempraktikkan agama”. Mengubah agama terjadi dalam dua cara: “mengubah” atau “kembali” ke agama. Mengubah “cara seseorang menjalankan agama” mengandung perubahan “interpretasi” atau “spektrum” dalam mempraktikkan agama. Upaya “menghilangkan peran” agama dalam kontek sekulerisasi berarti memutuskan hubungan dengan agama dan untuk selanjutnya terhubung dengan “ideologi” dan “agama palsu”.

Teori Sekularisasi
Teori adalah hasil induksi dari realitas. Teori setelah diusulkan, harus dibaca, dianalisis, dan dikritik oleh orang lain. Teori dapat dianggap baik dalam menawarkan pandangan yang lebih baik dari realitas dan buruk dalam mereduksi realitas. “Generalisasi dan ramalan kejadian” diharapkan dari masing-masing teori, tetapi seseorang harus berhati-hati dalam menerapkan teori apa pun. Teori sekularisasi yang terutama berasal dari pengalaman Kristen-Barat harus digeneralisasikan dan diterapkan secara hati-hati. Ada beberapa catatan untuk dipertimbangkan dalam hal ini:
1. Ada perbedaan penting dalam agama, misalnya dalam doktrin, sejarah, perwakilan, dan pengikutnya
2. Ada konteks sosial, politik, budaya dan teori yang berbeda
3. Berbagai konsekuensi yang dihasilkan dari berbagai cara untuk mendekatinya
4. Perbedaan dalam peran kehendak manusia dalam mewujudkannya.

Literatur teoritis sekularisasi dapat dikategorikan ; 
1. Apa esensi dan sifat sekulerisasi?
2. Keberadaannya (sekulerisasi) dalam realitas.
3. Bagaimana sekulerisasi  terjadi dalam realitas.
4. Mengapa sekulerisasi terjadi dan hubungannya dengan fenomena lain.
5. Bagaimana  masa depan sekulerisasi dan menemukan cara perkembangannya.

Berkenaan dengan konteks kejadiannya memiliki tiga dimensi:
Sekularisasi individu, masyarakat dan agama

Berkenaan dengan porosnya:
Berfokus pada penciptaan “faktor”,
Berfokus pada “prosedur” ,
Berfokus pada “konsekuensinya”.

Konsep agama apa yang akan dihasilkan sekularisasi?
Harus di bedakan antara wacana “pendekatan terhadap agama” dan “pendekatan agama”  bagi orang yang mempersepsikan dan  mempraktikkan. Maka harus diperhatikan beberapa pokok dispute fenomena “sekulerisme” yang harus dijawab;
1. Sekulerisme bertujuan memanusiakan agama
2. Sekulerisme dianggap  sebagai ketidakmampuan dalam menyampaikan pesan agama
3. Sekulerisme melihat agama sebagai konstruksi
4. Sekulerisme di curigai membuat agama
5. Sekurelisme dianggap mencampur aduk dan salah paham ranah agama dan harapan agama
6. Sekurelisme meragukan  kebijakan dan prosedur agama
7. Sekurelisme dianggap sebagai reduksionisme agama
8. Sekulerisme bersifat fungsionalisme
9. Sekurelisme di curigai  membuat agama menjadi pasif dan acuh tak acuh terhadap urusan dunia modern.

Dengan demikian perlu diperhatikan bahwa narasi sekulerisme dan sekulerisasi perlu untuk kritis bisa menjawab pokok-pokok kecurigaan diatas. (Oleh Muhammad Ma’ruf, Peneliti Pemikiran Barat dan Islam)