Pendekar Pentas yang sunyi

Pendekar Pentas yang sunyi
07/03/2019

Siang menjelang azan zuhur
Aku berjalan menyusur kota kramat
Mencari dan menuju sebuah lembaga ilmu
Orang-orang bercakap seperti di guna guna dalam bus tua
Harga dolar dan kebebasan jadi buih racun
Menempel pada lidah lidah keturunan monarki
Aku bertanya
Apa lagi nikmat yang kau dustakan?
Tuan tuan, kita di tempat umum, turunkah suara
Angin sihir luar menancap kuat di sebagian orang-orang itu
Berusaha sekuat tenaga menggusur dan membakar negri Farobi

Sampailah di taman kota ilmu
Setelah menuggu puluhan tahun bertemu sang Profesor
Kita bercengkerama tentang pikiran yang terpenjara
Dunia penuh dengan sihir
Keserakahan dan perang membawa pengetahuan
Di sebar-sebar pada pamflet pendidikan penuh kemewahan

Mari berlomba menjadi seperti kita
Ikutlah sihir ajaib ini
Budak adalah budak
Setinggi pengetahuan budak
Wajib menyembah pengetahuan tuanya

Seperti anak terus dipukul keras
Lalu kitalah anak yang sedang bicara penuh kesadaran
Tentang kesakitan pada badan dan luka di hati terdalam
Itulah penderitaan akibat pengetahuan dan kekejaman
Itulah manusia Asia Afrika
Tukang sihir bukanlah Eropa dan Amerika
Dia ada pada kita semua
Sejarah itu memang sedang memihak pada mereka

Sore senja terang benderang
Aku pulang kelelahan
Mari bermain bola kecil dan bersenang dengan keadaan
Bermimpi dalam tidur dan menjalankan sekuat alam semesta
Berpikir dan meratap kuat kuat
Bekerja di dunia setengah alam antara
Sunggu pekerjaan terkeramat di dunia

Kenikmatan dimana mana
Diam dan semburkan pada mendung dan suara burung
Menarilah wahai seniman agung
Dalam podium dan pentas tanpa penonton
Senyap dan diam
Pada rumah emas hati kita

Inilah semacam ilmu

seni melawan kegentingan penindasan