Filsafat Ilmu Sosial

Ragam ilmu sosial; Sosiologi, Antropologi, Psikologi dan Antropologi dalam perkembangan kontemporer tidak lepas dari perkembangan pengaruah ilmu alam yang berkembang sejak paska Revolusi Perancis.

Masing-masing disiplin memiliki berbagai aliran yang tidak bisa dilepaskan dari tiga sudut pandang; Naturalisme, Reduksianisme dan Normatifisme. Tulisan berikut akan mengupas ketiganya.

Naturalisme

Pertanyaan khas dari Filsafat Ilmu sosial adalah apakah dan bagaimana ilmu-ilmu sosial berbeda dengan ilmu alam. Fisika, khususnya mekanika Newton, secara luas diambil sebagai model pengetahuan ilmiah.

Pertanyaan tentang apakah Ilmu sosial itu, sepertihalnya ilmu alam, menjadi kunci pusat keabsahan ilmu-ilmu sosial. “Naturalisme” adalah nama untuk berbagai pandangan yang berpendapat bahwa ilmu-ilmu sosial harus seperti ilmu alam dalam beberapa hal penting.

Mereka yang berpikir bahwa ilmu-ilmu sosial memerlukan metode khusus, bentuk teori, atau ontologi –kita dapat menebaknya sebagai anti-naturalis.

Karena isu-isu yang diperdebatkan mencakup berbagai macam topik, maka sebaiknya melakukan langkah untuk membedakan antara naturalisme epistemologis dan naturalisme metafisik.

Bentuk-bentuk naturalisme epistemologis menyangkut isu-isu tentang teori, penjelasan, dan metode. Dalam literatur tentang metodologi ilmiah sosial, seseorang sering menemukan perbedaan antara penelitian “kualitatif” dan “kuantitatif”.

Penelitian kualitatif seperti menggunakan wawancara, observasi partisipan, dan metode serupa. Diungkapkan dari hasil penelitian dalam bentuk narasi, seringkali mengandalkan kasus ilustratif dan menganalisis bagian panjang suatu tek.

Sedang penelitian kuantitatif bergantung pada metode untuk mengukur dalam beberapa cara, mungkin melalui survei atau eksperimen. Hal ini bertujuan untuk mengungkap korelasi dan penyebab, dan bergantung pada model yang diformulasikan secara matematis.

Ketika perbedaan ini diperkenalkan dalam literatur metodologi, biasanya bersikeras bahwa penelitian kualitatif sangat berbeda dari penelitian kuantitatif. Penulis yang mengambil posisi ini karena itu mengadopsi beberapa bentuk anti-naturalisme epistemologis.

Para naturalis metafisika berpendapat bahwa manusia adalah bagian dari alam, dan oleh karena itu mereka harus dipahami sebagai penyebab dan kaitanya dengan mekanisme seluruh horizon makhluk lain.

Mereka yang menentang naturalisme metafisis berpendapat bahwa manusia atau masyarakat manusia berbeda dalam beberapa hal. Filsuf anti-naturalis dari garis metafisis ini seperti Rene Descartes, karena dia berpendapat bahwa pikiran manusia adalah sejenis substansi non-fisik. Apa yang membuat kita menjadi manusia secara harfiah bukan bagian dari dunia alam.

Kemudian munculah sepasang pertanyaan yang membentuk inti perdebatan tentang naturalisme epistemik. Apakah memahami perilaku manusia membutuhkan metode khusus? Dan apakah itu membutuhkan bentuk-bentuk teori yang berbeda dari yang ada dalam ilmu alam?

Reduksionisme

Para filsuf sering membayangkanya bahwa sains sebagaimana diatur dalam hirarki. Fisika adalah fondasi di mana Kimia dibangun, diikuti oleh Biologi, Psikologi, dan kemudian Ilmu sosial.

Sebuah pertanyaan muncul, dapatkah ilmu-ilmu sosial direduksi menjadi Psikologi, yang pada gilirannya direduksi ke dalam Biologi? Apakah semuanya pada akhirnya mengalami reduksi pada Fisika? Inilah pertanyaan reduksionisme.

Sebagaimana naturalisme, reduksionisme adalah tema yang mencakup beberapa masalah, dan ia muncul dalam berbagai variasi Epistemologis dan Metafisik. Perbedaan antar varietas tergantung pada bagaimana “reduksi” harus dipahami. Beberapa orang berpendapat bahwa reduksi adalah hubungan antar teori.

Reduksionisme Epistemologis menyatakan bahwa teori pada satu tingkat dapat digantikan oleh teori pada tingkat yang lebih rendah. Segala sesuatu yang dapat dijelaskan oleh Sosiologi, misalnya, pada akhirnya dapat dijelaskan pada Psikologi (kita tidak perlu melanjutkan lagi tentu saja; mungkin ada alasan mengapa Psikologi tidak tereduksi kedalam Biologi.)

Klaim Metafisis tentang reduksi, di sisi lain, berpendapat bahwa entitas, properti, proses, atau peristiwa pada satu tingkat tidak lain adalah benda di tempat lain. Status “pikiran” tidak ada, kaum reduksionis akan berkata, semua berasal dari “otak”. Sepertihalnya perbedaan antara Naturalisme Epistemologis dan Metafisik, adalah mungkin untuk mengadopsi (anti) reduksionisme dari kedua hal tersebut.

Bisa jadi juga menjadi semacam Reduksionis tanpa yang lain. Kita akan menemui sejumlah filsuf dan ilmuwan sosial yang menerima “Reduksionisme Metafisis” tetapi tidak berpikir bahwa teori Ilmu sosial dapat digantikan oleh Psikologi. Tema Reduksionisme dan Naturalisme saling tumpang tindih, tetapi keduanya tidak koeksisten.

Banyak yang berpendapat untuk Reduksionisme (baik Epistemologis atau Metafisis) dimotivasi oleh komitmen Naturalistik. Artinya, orang mungkin berpendapat bahwa karena ada satu dunia yang terhubung secara kausal dan manusia adalah bagian darinya (Naturalisme Metafisik), sifat-sifat sosial dan Psikologis harus tereduksi menjadi sifat fisik.

Tidak semua Naturalis bersifat Reduksionis. Bisa jadi bahwa dunia alam mengandung berbagai jenis hal mendasar yang tidak semuanya dapat direduksi menjadi beberapa layer, dan pada saat yang sama ilmu-ilmu sosial dan alam perlu menggunakan struktur dan metodologi teori yang sama.

Namun, mahasiswa ilmu-ilmu sosial  sekarang cenderung menghadapi fase “individualisme metodologis” dalam perjalanan studi mereka. Hal ini semacam persyaratan bahwa teori-teori sosial harus menjelaskan peristiwa sosial dalam hal pilihan, keyakinan, dan sikap masing-masing individu.

Inilah tesis Reduksionis Epistemologis. Namun, argumen untuk individualisme metodologis sering merupakan campuran pertimbangan Metafisis dan Epistemologis.

Pertanyaan Metafisika kemudian mengemuka, apakah gereja, sekolah, tentara, dan sebagainya adalah hal-hal yang dapat di jelaskan dari kerangka individu. Kaum Reduksionis menganggap gerakan sosial atau negara demokratis sebagai tidak lebih dari pola tindakan individu. Teori permainan telah menjadi alat yang sangat kuat untuk menganalisis “properti grup” dapat muncul dari pilihan individu.

Individualisme metodologis mengurangi objek tingkat sosial ke pilihan dan tindakan individu. Kebanyakan yang menganjurkan Reduksionisme semacam ini tidak terus menjelaskan pilihan individu dalam terma “properti” Psikologis atau Biologis.

Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan, apakah agen dan tindakan individu memiliki semacam prioritas penjelas. Sejumlah program penelitian terbaru dalam ilmu sosial telah menambahkan dimensi baru untuk pertanyaan ini.

Anti-reduksionis, atau “holisis” seperti yang sering disebut, dapat menunjukkan setidaknya fenomena sosial yang tampaknya tidak mungkin untuk menjelaskan atau menganalisis dalam terma individu.

Normativitas

Ia merupakan hal yang umum untuk mengatakan bahwa “seharusnya” tidak dapat direduksi menjadi “adalah”; norma atau aturan tidak dapat diidentifikasi dengan pola “behavior”.

Oleh, Muhammad Ma’ruf, Peneliti Pemikiran Barat dan Islam